Menurut Marbun, sengketa perbatasan antara Indonesia
dengan Malaysia belum juga selesai. Ia menilai persoalan yang muncul adalah
ketimpangan pembangunan di daerah perbatasan. “Mereka (Malaysia) banyak
membangun di perbatasan,” katanya saat berada di Malinau, Kalimantan Utara,
Selasa, 2 Agustus 2016.
Marbun mengatakan, pemerintah Indonesia terkesan lamban
dalam mengupayakan penyelesaian sengketa lahan. Dibanding dengan Malaysia,
pembangunan infrastruktur yang dilakukan pemerintah Indonesia masih terbatas.
Menurut dia, salah satu faktor sengketa lahan dimenangkan
oleh Malaysia karena peran Malaysia terhadap pembangunan infrastruktur penduduk
di daerah itu. Itu sebabnya BNPP akan menyusun kebijakan-kebijakan yang bisa
mementahkan klaim Malaysia terhadap sejumlah desa di Lumbis Ogong.
BNPP juga telah menyusun rencana pembangunan strategis
untuk wilayah Lumbis Ogong. Harapannya rancangan pembangunan itu bisa
diwujudkan oleh kementerian dan lembaga terkait. Jika tidak, maka kemudahan
yang diberikan Malaysia justru semakin memicu penduduk akan memilih bergabung
dengan Malaysia.
Ketua Pemuda Penjaga Perbatasan Paulus Murang membenarkan
bahwa ada sekitar 28 desa di Lumbis Ogong yang berpotensi dimiliki Malaysia.
Total luas wilayah itu sekitar 154.000 hektare yang merupakan daerah Simantipal
dan Sinapad, Lumbis Ogong.
Paulus meminta pemerintah Indonesia serius menangani
persoalan sengketa perbatasan. Sengketa tidak akan selesai apabila tidak
melibatkan masyarakat setempat. Masyarakat harus dilibatkan karena mereka yang
mengetahui seluk beluk di lapangan perihal sengketa. “Kami ingin kerja sama
dengan TNI,” ujarnya. (Tempo)



No comments:
Post a Comment