
Hal tersebut untuk menyamana visi dan misi dalam
upaya pencegahan Radikalisme-Terorisme di Dunia Maya
Acara
bertajuk “Sarasehan Pencegahan Propaganda Radikal Terorisme di Dunia Maya
bersama Instansi-Instansi Pemerintah” ini digelar di Hotel Royal, Kuningan, Jakarta,
Kamis-Jumat (16-17 Februari 2017) ini dibuka oleh Menkopolhukam, Jenderal TNI
(purn) Wiranto.
Kepala
BNPT, Komjen Pol. Drs. Suhardi Alius, MH, menjelaskan bahwa saat ini media sosial telah
menjadi ‘ruang tunggu’ baru bagi masyarakat. Karena hampir semua lapisan
masyarakat menggunakan gadget yang
terkoneksi dengan internet. Dan dalam perkembangannya, internet telah menjadi
bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat.
“Hal
inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh oknum-oknum tidak bertanggungjawab,
termasuk juga oleh kelompok radikal dan teroris, untuk menebarkan konten-konten
ataua propaganda negatif. Dan salah satu hal yang mendapat perhatian serius
dari kami di BNPT adalah penyebaran berita bohong atau hoax di dunia maya.,”
ujar Komjen Pol. Suhardi Alius dalam sambutan pengantarnya.
Menurut
alumni Akpol tahun 1985 ini, penyebaran kabar atau berita hoax di media sosial
saat ini telah masuk dalam kategori mengkhawatirkan. Dan masyarakat yang sedang
mencari informasi, rawan terpeleset dalam kebohongan akibat penyebaran hoax
yang kian marak. “Indonesia menjadi salah satu bukti betapa dunia maya bisa
menjadi bahaya jika digunakan oleh kelompok radikal,” ujar mantan Kabareskrim
Polri ini.
Khusus
untuk kelompok radikal, pria yang juga pernah menjadi Kepala Divisi Humas Polri
dan Kapolda Jawa Barat ini menjelaskan bahwa kelompok ini menggunakan dunia
maya untuk menyebarkan berita-berita yang bernuansa provokasi, agitasi dan
propaganda.
“Beberapa
pelaku teror adalah hasil dari propaganda di dunia maya, mereka pun melakukan
teror dengan metode mandiri, atau disebut dengan lone wolf,” kata mantan
Kapolres Metro Jakarta Barat dan Depok ini menjelaskan.
Sementara
Menkopolhukam Jenderal TNI (purn) Wiranto dalam sambutannya menyatakan bahwa
hoax di dunia maya merupakan ancaman yang nyata. Cepatnya agitasi informasi
media sosial harus segera diatasi karena bisa memecah belah bangsa.
“Ada
perubahan dinamika ancaman yang terus berubah dari waktu ke waktu. Satu gerakan
dinamis dan kalau terlena kita akan mudah ketinggalan,” kata Menkopolhukam yang
didaulat untuk membuka secara resmi acara sarasehan tersebut.
Menurut
pria yang pernah menjabat sebagai Menhankam/Pangab ini, dalam menghadapi perang
dunia maya seperti sekarang ini tentunya membutuhkan sinergitas semua lembaga.
Karena perang di dunia maya, seperti media sosial menggunakan berbagai
informasi propaganda.
“Jaman
dulu di Nazi ada yang namanya menteri penerangan, agitasi dan propaganda.
Karena memang saat itu perlu untuk yakinkan masyarakat. Kalau sekarang ini ada
Kemenkominfo, tapi tidak ditugaskan untuk hal propaganda,” ujar alumni Akademi
Militer Nasional tahun 1968 ini.
Oleh
karenanya pria yang dalam karir militernya pernah menjadi Panglima Kostrad ini
menjelaskan bahwa pemerintah sendiri saat ini telah membentuk satuan tugas (Satgas)
Anti Proapro (Provokasi, Agitasi, dan Propaganda) yang bertugas untuk mengatasi
penyebaran konten negatif di dunia maya.
“Satgas
Anti Proapro yang baru saja diresmikan oleh presiden tersebut mengemban empat
tugas pokok, yakni: , pertama, melawan
opini propaganda dengan fakta, kedua,
menelusuri kegiatan dari situs atau kelompok yang menyebatkan berita hoax, ketiga, melakukan operasi yustisi
(penindakan) melalui UU yang ada, dan keempat.
mencari penampung/penyebar propaganda, agitasi dan provokasi negatif,” ujar
mantan Pangdam Jaya ini.
Lebih
lanjut dirinya menjelaskan bahwa melawan hoax bukan hanya tugas pemerintah
semata, karenanya ia meminta masyarakat untuk juga terlibat aktif dalam melawan
propaganda, agitasi dan provokasi negatif yang kian meresahkan.
“Jadi
peran serta masyarakat dalam melawan propaganda ini juga sangat diperlukan,
pemerintah tidak bisa bekerja sendiri. Karena berdasarkan hasil survei,
penyebaran berita hoax‘yang dilakukan oleh masyarakat setiap hari sebanyak
44,30%, lebih dari sekali sehari 17,20%, seminggu sekali 29,80%, dan satu bulan
sekali 8,70%,” ujar Menkopolhukam seraya mengutip rilis hasil survei dari
Masyarakat Telekomunikasi
Karena
dirinya juga khawatir, bila provokasi agitasi dan propaganda di media sosial
dibiarkan akan mengganggu eksistensi negara. “Ada yang mau memisahkan rakyat
dan pemerintah. Ada upaya propaganda seperti itu. Maka harus kita redam. Hoax
mengganggu. Mayoritas hoax mengganggu kerukunan masyarakat. Menghambat
pembangunan,” ujar mantan Ketua Umum DPP Partai Hanura ini mengakhiri.
Dalam
acara tersebut, disampaikan pula Deklarasi Gerakan Cerdas Nasional, yang
mengajak seluruh komponen Bangsa Indonesia untuk Bersatu dalam Gerakan Cerdas
Nasional untuk melawan provokasi, agitasi, dan propaganda negatif demi menjaga
persatuan dan perdamaian Negara Kesatuan Republik Indonesia dari ancaman
Radikalisme dan Terorisme.
Acara
sarasehan yang diselenggarakan BNPT ini dihadiri oleh seluruh perwakilan dari
humas / pusat penerangan kementerian/lembaga pemerintah, TNI dan Polri dengan
dibagi menjadi beberapa sesi diskusi bertujuan untuk menangkal radikalisme di
dunia maya bersama seluruh instansi pemerintah. (Adri Irianto)
No comments:
Post a Comment