
“Untuk
menjaga kebhinekaan dan kearifan lokal yang ada tentu juga harus dengan
kewaspadaan. Kewaspadaan ini agar supaya berbagai macam perbedaan yang dimiliki
bangsa ini tidak dimanfaatkan oleh kelompok tertentu untuk memecah belah bangsa
ini,” ujar Wakil Ketua
Majelis Tarjih PP Muhammadiyah, Dr. H. Hamim Ilyas, M.Ag di Jakarta, Senin (18/9/2017).
Pria
yang juga dosen pasca sarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta
ini mengatakan bahwa dari dulu hingga sekarang ini sebenarnya sudah ada
usaha-usaha kelompok tertentu untuk memecah belah persatuan bangsa ini diantaranya
dengan cara mengadu domba. “Cuma sekarang cara yang dilakukan untuk mengadu
domba sudah lebih banyak, Diantaranya melalui media, baik yang dilakukan media
mainstream dan juga media sosial,” ujarnya.
Lebih
lanjut dirinya menjelaskan bahwa kewaspadaan dalam menjaga Kebhinekaan untuk
media itu sebenarnya di dalam islam itu harus dengan memperluas permaknaan iqro. Dimana
iqro itu menurutnya ibarat pada jaman dahulu kala kalau wahyu pertama
turun itu dipahami sebagai literasi teknis, kemudian literasi fungsional,
kemudian literasi kebudayaan dan sekarang itu ada literasi media baik literasi
media sosial maupun literasi media mainstrem.
“Dan
yang dalam kewaspadaannya itu sekarang ini bahwa ancaman bagi media mainstream itu
lebih dari kepentingan pemilik modal. Sehingga perlu upaya agar pemilik media mainsstream
ini tetap menjaga obyektifitas dari medianya agar media sebagai pilar demokrasi
yang keempat yaitu NKRI bisa tetap terjaga,” ujar pria kelahiran Klaten, 1
April 1961 ini.
Sebab
menurutnya akan menjadi sebuah bahaya besar bagi persatuan bangsa ini jika
media mainstream itu tidak dipercaya lagi oleh masyarakat. Karena masyarakat
percayanya pada berita hoax. “Tentu bahaya banget itu nanti kalau sampai
terjadi. Masyarakat akan mudah di adu domba dan termakan isu,” ujarnya.
Menurutnya,
ketika dalam kenyataan seperti dirasakan oleh sebagian orang ketika bahwa media
itu tidak obyektif, maka kewaspadaanya yakni masyarakat harus bisa memiliki
kecerdasan untuk menyaring atau menerima informasi itu. Dan pendidikan untuk
hal tersebut sangat penting sekali. Namun yang terjadi sekarang ketika
pendidikan itu penting ternyata ada persoalan lagi apalagi dengan berkembangnya
internet.
“Dengan
berkembangnya internet sekarang ini kecenderungan orang itu untuk berfikir
dangkal, tidak mau berfikir yang mendalam.
Mudah-mudahan kita bisa mengatasi, jadi ini tantangan dunia pendidikan
sehingga sekarang dunia pendidikan itu harus menanamkan kecerdasan bermedia,”
ujarnya.
Untuk
itu menurutnya diperlukan penegakan hukum yang kua. Sehingga selain melalui kecerdasan
bermedia melalui pendidikan maka penegakan hukum itu menjadi penting.
Pengalaman di masyarakat kita sendiri bisa menjadi pelajaran. Dirinya
memberikan contoh beberapa kasus konflik yang terjadi di negara Indonesia juga
karena media sosial,
“Untuk
itu mau tidak mau penegakan hukumnya harus lebih ditegakkan lagi. Sebab jika
tidak terjadi penegakan hukum itu sangat bahaya. Contonya sekarang ini di
medsos namanya saracen. Setelah saracen itu ditemukan, maka hoax di medsos itu
turun sampai 50 persen,” tuturnya.
Demikian
juga dalam menjaga kearifan lokal yang merupakan budaya turun temurun di negeri
kita. Pria yang juga dosen Magister Studi Islam (MSI) Universitas Islam
Indonesia (UII) Yogyakarta ini berpesan agar budaya dan kearifan lokal sangat
penting untuk dijaga dan dirawat di era sekarang ini. Apalagi intervensi dari budaya-budaya barat
dan negara lainnya sudah cukup mengkhawatirkan masuk ke Indonesia.
No comments:
Post a Comment