Hal ini dikatakan
Kepala Badan Nasional Penaggulangan Terorisme (BNPT).Komjen Pol. Drs. Suhardi
Alius, MH, dalam sambutan pembukanya di acara puncak Silaturahmi Kebangsaan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (Satukan NKRI) dalam
rangka mempertemukan mantan napi terorisme dengan korban bom dari aksi
terorisme (penyintas) di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (28/2/2018).
“Hal bisa terlihat dari
karakteristik target pada sebuah aksi teror yang bersifat acak, tidak membeda-bedakan
sasaran dengan korban yang sebagian besar berasal dari pihak sipil yang tidak
berdosa. Aksi-aksi radikal terorisme ini kemudian menjadi pelajaran berharga
bagi seluruh warga negara Indonesia,” ujar Komjen Pol. Suhardi Alius.
Dikatakan
mantan Kabareskrim Polri ini, negara
tidak mempersepsikan terorisme adalah domain suatu agama tertentu. Hal ini
didasari karena Indonesia
adalah negara Pancasila yang mengakomodir segala perbedaan dalam sebuah
harmoni.
“Penting perlu kita
ingat bersama, bahwa kesalahan tidak terletak pada ajaran agama, namun
terkadang kita menemukan perbedaan penafsiran yang diimplementasikan ke dalam
bentuk perilaku mengarah ke tindak kekerasan,” ujar pria yang juga pernah
menjadi Sekretaris Utama (Sestama) BNPT ini.
Lebih lanjut
alumni Akpol tahun 1985 ini menjelaskan bahwa penanggulangan
terorisme perlu memahami akar masalah. Kebanyakan dari para pelaku
ini tidak
siap adanya perbedaan dan perbedaan dianggap sebagai pertentangan. Oleh karena
itu penggunaan strategi yang tepat sangat diperlukan dalam upaya penanggulangan
terorisme, yang pergerakannya sudah semakin masif dan terstruktur.
“Strategi yang dapat
diterapkan adalah melalui hard approach maupun soft approach. Dan salah satu program soft
approach yang dapat dilakukan adalah melalui program deradikalisasi,” tuturnya.
Berdasarkan hal
tersebut, BNPT menurutnya ingin melanjutkan dan menginovasi program-program
deradikalisasi yang telah terlaksana. Dan BNPT
sendiri menginisiasi
untuk mengadakan pertemuan antara para penyintas, dengan mantan narapidana
terorisme bersama para Pemimpin Redaksi media massa yang dikemas dalam sebuah bentuk
kegiatan Satukan NKRI ini.
“Kegiatan ini tentunya
juga dilaksanakan untuk menyebarkan semangat perdamaian kepada masyarakat
Indonesia, memberikan contoh kepada rakyat Indonesia bahwa saling menghargai,
saling memahami dan menjalin silaturahmi serta komunikasi yang baik dengan
berbagai elemen bahkan antara pelaku terorisme dengan para penyintas itu juga
bisa diwujudkan,” kata mantan Kapolda Jawa Barat ini.
Dengan adanya kegiatan
ini Kepala BNPT berharap
masyarakat dapat mengingat pentingnya saling menghargai dan memahami perbedaan
sebagaimana bangsa Indonesia yang berpegang teguh dalam Bhinneka Tunggal Ika.
“Melalui
kegiatan ini pula kita juga mengadakan sesi khusus agar para mantan pelaku dan
para penyintas, dapat menyampaikan berbagai masukannya kepada para pejabat
kementerian/lembaga terkait yang kami undang, sehingga upaya penanganan mantan
pelaku dan korban aksi terorisme dapat berjalan lebih baik ke depan,” ujar
mantan Kepala Divisi Humas Polri ini.
Dalam
kesempatan tersebut Kepala BNPT berharap dari peran dari para mantan pelaku,
para penyintas dan pimpinan redaksi untuk berpartisipasi dengan menjadi pelopor
perdamaian. Karena di
satu sisi, mantan pelaku dan para penyintas mempunyai peran yang signifikan
dalam mengingatkan masyarakat akan pentingnya perdamaian, serta secara
bersamaan menganjurkan untuk menghindari penggunaan kekerasan.
“Di sisi lain, para
mantan pelaku juga sangat kita harapkan sumbangsihnya untuk melakukan
pendekatan kepada kelompok yang sulit dijangkau oleh negara dikarenakan sifat
kelompok tersebut bergerak dengan penuh kerahasiaan dan berbaur di
tengah-tengah masyarakat,” ujarnya.
Selain itumenurutnya,
peran
media dalam penanggulangan terorisme sangat strategis untuk memengaruhi opini
masyarakat, karena media sangat rawan dijadikan alat propaganda. Salah satu
yang dibutuhkan oleh individu/ kelompok teror adalah publisitas atas aksinya
sehingga peran media dimanfaatkan untuk mengamplifikasi ketakutan massal di
antara masyarakat.
“Oleh karena itu
diperlukan materi jurnalisme yang membangun dan menjadi penebar perdamaian.
Kami meyakini bahwa rekan-rekan media memiliki kapabilitas untuk menciptakan
jurnalisme damai dengan prinsip persaudaraan dan kemanusiaan,” ujanrya. (Noor Irawan)



No comments:
Post a Comment