Jakarta / ZonaSatu - Kaum
perempuan harus bisa menjadi pelopor atau motor penggerak pembangunan di
lingkungan keluarga dan juga masyarakat luas untuk mentrasnfer ilmu pengetahuan
positifnya demi kemajuan bangsa Indonesia.
“Peran perempuan
baik di internal keluarga maupun di eksternal kalau yang bersangkutan katakan
karirnya di luar rumah, perempuan sebagai istri, sebagai ibu tentu keluarga
adalah nomor satu. Karena keluarga nomor satu fungsinya, peran pentingnya
adalah bagaimana memberikan pendidikan, khususnya kalau punya putra-putri itu
pada anak-anaknya, untuk membentengi keluarganya, ” ujar peneliti senior dari
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Prof. R. Siti Zuhro, MA, Ph.D, di Jakarta,
Kamis (26/4/2018)..
Demikian
juga kalau kaum perempuan itu melakukan karir di luar rumah. Kaum perempuan
juga harus bisa ikut mengedukasi, mencerahkan, ikut bagaimana menyebarluaskan
ilmu pengetahuan positif yang dimilikinya selain kepada keluarganya juga kepada
masyarakat sekitarnya. Ini sekaligus untuk mengantisipasi agar kaum perempuan tidak
mudah terpengaruh paham-paham radikal terorisme, termasuk juga masalah
intoleransi agar lingkungan keluarganya dapat hidup sehat dan bermartabat.
Menurutnya,
kaum perempuan juga harus memberikan transfer pengetahuan, transfer
nilai-nilai, transfer budaya bangsa Indonesia dan juga harus bisa mentransfer
pengetahuan agama yang dianutnya. Dan itu semua harus diajarkan sejak kecil dan
yang mana anak itu akan banyak mencontoh terhadap sikap ataupun perilaku orang
tua.
“Orang
tua harus memberikan tidak hanya pitutuh atau saran-saran, pembelajaran dan
sebagainya, tapi adalah pembelajaran yang konkrit. Itu harus ditunjukkan dari
tutur kata dan perilaku kedua orang tua. Hubungan antara suami istri, bapak dan
anak, ibu dan anak dan demikian juga bagaimana keluarga ini di tengah-tengah
masyarakat di mana kita tinggal, itu penting sekali,” ujar wanita kelahiran Blitar, 7 November 1958 ini. .
Peraih gelar MA bidang Ilmu Politik dari The
Flinders University, Australia ini berpendapat, pekerjaan untuk mencerahkan
dan mengedukasi di lingkungan keluarga sendiri terutama terhadap anak-anak itu adalah yang utama, tidak
hanya agama, tapi bagaimana kesantunan, sopan santun, etika dan sebagainya itu
juga diajarkan sejak dini.
“Terutama
pelajaran tentang kejujuran, pentingnya bagaimana mengelola integritas. Jadi
kejujuran, menjadi orang yang amanah, menjadi orang yang mulia, yang baik
membaikkan, mulia memuliakan itu kita ajarkan sejak awal kepada kita. Sehingga
prinsip-prinsip hidup utama itu sudah dipegang teguh sejak awal oleh keluarganya,”
ujarnya
Agar
paham-paham radikalisme terorisme dan juga masalah intoleransi ini tidak masuk
ke dalam lingkungan sekitar menurutnya, sebagai warga bangsa harus memahami
bahwa di negara ini punya empat konsesus dasar bahwa landasan kita itu adalah
Pancasila, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan Negara
Kesatuan RepublikIndonesia (NKRI).
“Sangat
jelas bahwa Pancasila sebagai landasan falsafah hidup kita yang mana
nilai-nilai dalam sila itu harus kita pahami, hayati, kita lakukan dan kita
amalkan. Kita mengimplementasikan juga konstutusi kita yaitu UUD 1945. Selain itu kita juga harus
bagaimana menguatkan NKRI kita dan juga kita junjung tinggi Kebhinekaan kita,
Bhineka Tunggal Ika. Unity in diversity,
meskipun berbeda-beda kita satu jua,” ujarnya
Dengan
empat konsensus dasar seperti itu menurutnya, maka akan semakin kuat pemahaman
masyarakat yang mana kita sudah punya
landasan, punya acuan, rujukan yang sangat jelas sehingga kita dalam bernegara,
berbangsa ini sebagai warga negara, ownership kita kepada negara bangsa ini
kuat sekali.
“Karena
dengan membangun, kita merasa memiliki negara kita, NKRI. Yamh mana dapat membuat
kita tidak gampang dipecah belah, tidak mudah untuk ditarik tarik ke arah yang
keluar dari mainstream empat konsesus
dasar tadi. Kita tetap adalah Pancasila, kita mengacu pada konstitusi, kita
adalah NKRI dan kita adalah Bhinneka Tunggal Ika. Karena itu yang dicari bukan
perbedaannya, tapi persamaannya. Jadi
kalau pun beda itu wajar,” ujar wanita yang bisa disapa Wiwieq ini
Dirinya
mengakui kalau empat konsensus dasar tersebut masih belum cukup membumi di
masyarakat kita. Oleh karena itu sudah saatnya lebih marak lagi harus
dibumikan, disosialisasikan, “Kita bangga memiliki empat konsensus dasar itu,
dan ini yang harus kita aplikasikan, kita amalkan melalui banyak
panutan-panutan, baik itu melalui tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh
birokrasi, tokoh politik, elit politik,
elit birokrat, elit militer, pengusaha dan sebagainya,” ujarnya.
Dirinya
juga mengakui kalau masih sedikit kaum perempuan di Indonesia ini yang mau
bergerak untuk membumikan hal tersebut. Hal ini dikarenakan kaum perempuan
sacara pendidikan juga masih kalah dibandingkan dengan kamu laki-lakinya. Untuk
itu dirinya ingin mengedepankan pengarusutamaan gender.
“Gender
main streaming, bagaimana membuat kaum perempuan jauh lebih melek, sadar bahwa
dirinya itu adalah warga negara yang sudah diunggulkan, diutamakan, karena
jumlahnya luar biasa perbandingannya
49:51 yang mana nyaris 50:50," ujarnya.
Untuk
itu dirinya juga berharap agar kaum perempuan juga harus mendapatkan pencerahan
dan edukasi yang memadai untuk mereka ini agar mereka ini betul-betul menjadi
warga negara yang dapat memberikan kemanfaatan bagi Indonesia. “Siapapun hidup
sebagai manusia menurut saya dia akan sangat bahagia ketika menemukan dirinya
bermanfaat untuk sesama itulah hidup yang mulia,” kata alumni Ilmu Hubungan Internasional FISIP
Universitas Jember ini mengakhiri.
Reporter : Adri Irianto
No comments:
Post a Comment