Jakarta / ZONASATU - Generasi muda Indonesia
diharapkan bisa merawat kerberagaman yang ada negeri ini dengan membuat
film-film dokumenter, sehingga bisa
mencegah masuknya paham-paham radikalesme dan terorisme yang saat ini menyasar
kepada para generasi muda. Hal tersebut dikatakan Kepala Badan Nasional
Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Pol. Drs. Suhardi Alius,MH, yang mengatakan bahwa melalui film dokumenter Eagle
Award Master Class dengan tema 'Menjadi Indonesia', diharapkan para generasi
muda bisa merawat keberagaman yang dimiliki bangsa Indonesia.
“Kami
ingin membangkitkan kembali nasionalisme, apalagi sekarang era gadget,
anak-anak sekarang apa yang dia tonton orang yang mereka suka. Anak milenial
sasaran brainwashing. Ajang Eagle Award ini seolah gayung bersambut Keberagaman
adalah suatu keniscayaan yang tidak dapat diubah menjadi keberagaman. Ini kita
apresiasi, karena kami tanggung jawab moral mengurus radikalimes dan
terorisme," ucap Komjen Pol Suhardi Alius di sela sela menghadiri acara
penganugerahan Eagle Awards 2018 yang berlangsung di CGV Grand Indonesia,
Jakarta, Rabu (31/10/2018) malam.
Lebih
lanjut Kepala BNPT mengatakan bahwa keberagaman yang ada di Indonesia ini justru
menjadi ciri khas Indonesia yang telah ada secara turun temurun sehingga ajang Eagle Awards Competition 2018 ini mampu
mengeksplorasi keberagaman Indonesia dan membangkitkan generasi muda.
"Bukankah
suatu kejahatan yang terorganisir akan mampu mengalahkan kebaikan yang luas
yang tidak terorganisir. Karena itu, kegiatan ini merupakan kebaikan yang perlu
kita organisir secara baik dengan bersinergi antar komponen bangsa,” ujar
mantan Sekretaris Utama (Sestama) Lemhanas RI ini.
Mantan
Kabareskrim Polri ini juga mengatakan, ajang yang diadakan oleh Eagle Award
Institute ini memiliki korekasi yang kuat dengan BNPT. Karena dalam tiga tahun
terakhir ini BNPT juga sudah menggelar lomba video pendek yang mana di tahun
2016 lalu mengambil tema Kita Boleh Beda, kemudian Dibawah Sang Merah Putih
pada tahun 2017 lalu dan sekarang bertema Menjadi Indonesia yang tentunya sangat
relevan dan sistematis.
“Nah
sekarang kita kaitkan dengan Eagle Awards
yang kebetulan mengambil tema yang sama,
dimana bagaimana kita mengembalikan pemikiran-pemikiran mereka kepada jati diri
bangsanya. Karena kita tahu bahwa
paham-paham radikal itu masuk ke dunia dunia anak-anak melalui di dunia maya
yang paling banyak, di mana jika ada sinyal dia bisa masuk ke apa saja,” ujar
mantan Kapolda Jawa Barat ini menjelaskan
Dengan
mengambil tema Menjadi Indonesia ini alumni Akpol tahun 1985 ini berkeinginan
dan berharap bahwa generasi muda ini bisa menangkap kembali rasa nasionalismenya.
“Sehingga para generasi muda ini punya
pedoman untuk mencapai, bekerja untuk bangsanya dalam rangka mempersatukan NKRI
ini dan melanjutkan perjuangan kita,” ujar pria kelahiran Jakarta 10 Mei 1962
ini
Untuk
itu Kepala BNPT juga berkeinginan bahwa kedepannya para generasi muda ini selalu
semangat dalam menjadikan bangsa Indonesia nantinya lebih maju kedepanya dengan
film-film dokumenter. Hal ini
dikarenakan generasi muda adalah masa depan Indonesia yang dalam tempo selama 10-20 tahun lagi mereka akan memegang
kendali bangsa ini
“Kalau
mereka tidak diberikan pemahaman kebangsaan yang cukup dengan Menjadi Indonesia
dia bisa melupakan jati diri. Oleh sebab itu kita harapkan dengan tayangan
film-film dokumenter Menjadi Indonesia kepada mereka ini dapat membangkitkan
nasionalisme itu. Dan ini menjadi pedoman buat mereka bagaimana berhadapan dengan
globalisasi ini dia bisa bertahan dengan penguatan jati diri ini,” kata mantan
Wakapolda Metro Jaya ini
Kepala
BNPT juga melihat bahwa ajang yang
digelar Eagle Award Institute ini punya satu frame yang mana tema-tema yang diangkat yakni
tema tema kebangsaan dan berangkat dari realitas sosial yang ada di masyarakat.
“Artinya
kita menggunakan kearifan lokal lalu kita angkat dan itu nanti kalau kita
melihat kita akan hanyut. Hanyutnya itu adalah dalam rangka bagaimana menyemangati
kembali nasionalisme,” katanya.
Di
dalam penganugerahan tersebut film Damai dalam Kardus karya Andi Ilmi Utami dan
Sulaeman Nur keluar sebagai pemenang pertama. Kemudian runner up ke-1 diraih
oleh film dengan judul Menabur Benih di Lumpur Asmat hasil kasrya Yosep Levi
dan Bernad Konten. Sedangkan runner up ke-2 diraih karya berjudul Puseni The
Last Dayak Basap karya Fajaria Menur Widowati.
Sedangkan
dua finalis film lainnya yakni Harapan Besar karya Lukas Deni dan Emmanuel
Kurniawan dan film Menulis Mimpi di atas Ombak milik Lutfi Retno Wahyudiant.
Kepala
BNPT yang dalam kesempatan tersebut didaulat untuk menyerahkan Award kepada
pemenang pertama menyambut baik hasil karya pemenang tersebut. Dimana film ini
menggambarkan konflik sosial yang pernah terjadi di Poso, Sulawesi Tengah. Kerushan
ini tidak hanya menghancurkan kotanya, tapi juga memecah keutuhan keluarganya,
sehingga kisah sesorang bernama Gunawan memiliki seorang ibuyang Muslim dan ayahnya yang seorang
Kristiani harus berpisah.
“Film
ini merefleksikan kebangsaan yang luar biasa. Realitas sosial yang alami tanpa
motivasi apapun. Khusus film ‘Damai Dalam Kardus’ ini, kebetulan saya hadir ada
di sana dan melihat kehancuran betul. Mudah-mudahan ini menjadi semangat kita
untuk kebaikan bangsa kita,” ungkapnya.
Sementara
Garin Nugroho sebagai Ketua Dewan Juri, membeberkan bahwa film ‘Damai Dalam
Kardus’, bercerita tentang bagaimana peristiwa di wilayah konfik sebuah
keluarga yang suaminya berbeda agama.
“Kalau
dulu berbeda agama itu antarsuku atau antarkelompok, tapi ini menceritakan
seorang anak yang merindukan ayah dan ibunya duduk bersama karena berbeda agama
di tengah wilayah konflik, dan itu terjadi di antara sudut kehidupan kita, jadi
ada semacam humanisme dan nasionalisme yang ada dalam konflik wilayah dengan
narasi-narasi individu,“ kata Garin.
***
Penulis : Ahmad Sofyan
Sumber : -
Penulis : Ahmad Sofyan
Sumber : -
No comments:
Post a Comment