Jakarta/ZONASATU - Di era digital
yang mana segala informasi sudah sangat terbuka dan tidak ada batas tentunya
menjadi suatu hal yang menggembirakan. Hal ini tentunya menjadi sesuatu yang menarik
bagi masyarakat Indonesia. Namun tidak sedikit kelompok-kelompok yang
memanfaatkan dunia internet ini untuk menyebarkan propaganda radikalisme,
ujaran kebencian dan berita bohong (hoax) yang tentunya dapat memecah belah
persatuan bangsa.
Peneliti
dari Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES),
Dr, Adnan Anwar, MA menilai perlu adanya relawan yang menebar
konten-konten perdamaian di dunia maya. Hal ini dilatar belakangi kondisi
bangsa yang semakin tidak sehat di dunia maya dengan adanya ujaran-ujaran
kebencian dan berita hoax yang makin marak
“Melihat
kondisi dunia maya di negara kita yang tidak sehat pada akhir-akhir ini
tentunya keberadaan relawan penebar konten perdamaian di dunia maya sangat
penting sekali. Hal ini karena ada desain dari kelompok-kelompok yang memang
secara sistematis menyebarkan berita kebohongan atau kebencian, kalau hal ini
dibiarkan tentunya akan dapat merusak dan memecah belah persatuan antar
masyarakat bangsa ini,” kata Dr. Adnan Anwar, di Jakarta, Selasa (4/12/2018).
Lebih
lanjut Adnan menjelaskan, kelompok-kelompok tersebut selama ini sangat serius dan
masif dalam menggunakan internet melalui media sosial, Untuk itu harus
ditandingi secara serius dengan berbagai cara seperti
melalui regulasi dari pemerintah termasuk semacam relawan perdamaian di dunia
maya yang menurutnya sangat bagus untuk digalakkan dan digerakkan secara
sistematis
“Karena apa yang dilakukan kelompok-kelompok
tersebut merupakan propaganda. Jadi harus dilawan dengan strategi kontra
propaganda yang tempat, sehingga kesadaran masyarakat akan
bahayanya berita propaganda tertentu akan menimbulkan dampak yang sangat membahayakan yaitu konflik
horizontal, dimana konflik horizontal antar sesama masyarakat inilah yang
paling ditakutkan,” kata mantan Wakil Sekjen Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PB
NU) ini.
Untuk
itulah menurutnya dalam melaksanakan penangkalan secara sistematis ini juga
harus dirumuskan juga strateginya secara
benar, lalu segmentasi berdasarkan umur, dan juga berdasarkan demografi. Umur
itu diklasifikasikan apakah termasuk
generasi milenial atau generasi tua.
Kemudian demografi itu apakah desa, sub urban, urban sampai ke Metropolitan
yang berbeda-beda, termasuk status
pekerjaan.
“Kadang-kadang
satu isu disebar oleh segmen semua kelompok tapi hasilnya sama, yakni menimbulkan
kegaduhan. Jadi ini harus ada upaya perlawanan yang sistemnya sistematik. Dan
srategis nya ketika berita atau kampanye yang kita lakukan itu benar-benar bisa
meruntuhkan upaya propaganda mereka yang akan memecah belah itu dengan
berita-berita yang tidak benar dan tidak bertanggung jawab,” ujarnya
Lebih
lanjut dirinya mengatakan, untuk menarik orang atau masyarakat supaya mau
menjadi relawan perdamaian di dunia maya sebenarnya bias melalui banyak cara.
Contohnya bisa menggunakan struktural di level pemerintah, yang artinya
pemerintah bias mewajibkan PNS atau ASNnya dimana sehari-hari untuk memproduksi atau memviralkan berita berita
yang positif terhadap pemerintahan, kepemimpinan, kebijakan yang telah
ditetapkan di instansinya.
“Lalu
kelompok kelompok strategis, perguruan tinggi, sekolah sekolah, kelompok ormas,
anak-anak muda generasi milenial yang mungkin
mereka tergabung dalam kelompok misalnya olahraga, hobi dan sebagainya, mungkin
ada kelompok perempuan. Saya kira dengan cara tertentu, dengan pendekatan tertentu
itu mereka itu bisa diajak untuk berkampanye dan melawan berita hoax yang bisa
memecah belah misalnya dengan menulis status di medsosnya masing-masing untuk
mengajak menjaga perdamaian,” kata pria yang jutga Tokoh Muda NU ini.
Sebenarnya
jika diteliti lebih lanjut menurutnya, antara kelompok yang setuju menggunakan berita
hoax dan ikut mereproduksi dibandingkan dengan kelompok yang tidak setuju tentrunya
jumlahnya sangat besar kelompok yang tidak setuju. Masalahnya, kelompok yang
tidak setuju ini selama ini lebih banyak bersikap diam atau silent majority.
“Ada
istilah di masyarakat kita ini mengatakan Yang Waras Lebih Baik Ngalah. Padahal jadi orang baik atau waras itu tidak
boleh diam. Yang waras ini ya harus ikut terlibat menangkal secara aktif,
menjadi relawan secara sadar. Sehingga penggunaan media sosial akan dipenuhi oleh
orang-orang yang baik, sehingga substansi atau kontennya arahnya juga akan
baik. Karena kalau tidak ya akan seperti
ini terus,” ujar pria yang juga Instruktur Pendidikan Kader Penggerak NU ini.
Menurutnya,
orang-orang baik yang ‘waras’ lebih banyak diam dikarenakan malas untuk
berdebat atau bertengkar. Mereka beranggapan untuk apa bertengkar di dunia maya
yang tentunya akan membuang-buang waktu, karena dinilai bangsa kita menjadi
bangsa yang tidak produktif. Karena bagi orang yang memproduksi pekerjaan
produktifitas dan pengetahuan, berbicara di dunia maya menjadi perbuatan yang
sia sia.
“Sementara
yang orang baik ini tadi malas bertengkar saja. Padahal untuk menjadi relawan
di dunia maya ini harus disadarkan untuk melawan kelompok-kelompok itu.
Sebenanrya sangat banyak yang mau menjadi relawan perdamaian asal cara-caranya
tempat,” ujannya. .
Karena
melihat sikap diam itulah kelompok-kelompok yang suka menyebarkan ujaran
kebencian dan berita hoax di dunia maya ini melakukannya secar massif dan menanggap apa yang mereka lakukan itu adalah
dakwah sebagai kewajiban untuk berjihad.
“Itu tentunya sesuatu pikiran yang keliru
dan harus dilawan supaya ini jangan terus menerus terjadi. Kalau dibiarkan terus-menerus
akhirnya dianggap sebagai kebenaran oleh masyarakat kita yang awam baik yang
awan pengetahuan, pendidikan ataupun agamanya. Karena akses mereka juga
terbatas terhadap satu informasi yang
akhirnya menelan mentah-mentah itu untuk dijadikan kebenaran dan digunakan
untuk mempengaruhi kelompoknya,” ujarnya.
Selama
ini Adnan juga mengamati di kalangan kelompok atau grup-grup para santri-santri
yang ada di pesantren sendiri selama ini
juga sering memproduksi semacam fatwa atau penjelasan fatwa tentang masalah-masalah
yang populer di masyarakat, tetapi dengan pendekatan dan kajian keilmuan.
“Tentunya
ini sangat bagus dan mencerdaskan, sehingga orang itu biss belajar dari pandangan-pandangan pesantren. Sudah banyak grup-grup di
pesantren seperti ini, hanya mungkin mereka kalah militansi, karena begitu
dianggap sudah selesai mereka tidak aktif lagi,” ujarnya.
Dirinya
juga menyambut baik dengan adanya relawan Duta Damai Dunia Maya yang sudah
dibentuk Badan Nasional Penaggulangan Terorisme (BNPT) dalam menebar konten
perdamaian di dunia maya. Menurutnya konten yang dibuat para duta damai dunia
maya BNPT itu juga harus memiliki
kemampuan atau akses terhadap sumber-sumber pengambilan kebijakan sehingga dia
bisa mendapatkan informasi yang kredibel tentang suatu masalah tertentu/
"Dan
itu harus dishare terus menerus, tidak boleh lelah untuk menshare, Jadi ada unsur edukasinya, saya kira gagasannya sudah sangat bagus tinggal
klasisifikasi dan sistematikan supaya gerakan ini bisa membendung propaganda
ujaran kebencian atau berita hoax,” kata pria yang ditugaskan mengembangkan
organisasi NU di kawasan Timur Tengah ini mengakhiri
***
Penulis : Adri Irianto
Sumber : -
Penulis : Adri Irianto
Sumber : -
No comments:
Post a Comment