Jakarta, ZONASATU - Beberapa
bulan sebelum pelaksanaan Pemilu, masyarakat dibuat tegang dan bahkan terpecah
karena perbedaan pilihan. Berita bohong (hoax), ujaran kebencian, saling
menjelek-jelekkan satu sama lain banyak bermunculan baik di media sosial maupun
di dunia nyata. Padahal ajang Pemilu ini ini sejatinya adalah sistem demokrasi
yang dilaksanakan berdasarkan nilai dan falsafah Pancasila. Karena Pemilu bukanlah
untuk memecah belah persaudaraan, tempat menabur caci maki,
apalagi menabur kebencian antar sesama.
Guru Besar Fakultas
Ilmu Tabiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta, Prof Dr. Dede Rosyada, MA, meminta kepada seluruh masyarakat untuk
bisa menjaga kerukunan dan perdamaian di negeri ini. Karena menjaga kerukunan
dan perdamaian itu merupakan bagian dari nilai-nilai luhur yang ada pada
Pancasila sebagai falsafah dan ideologi bangsa
“Pemilu sudah dilaksanakan.
Sekarang kepada masyarakat luas, mari kita sama-sama untuk menjaga kerukunan, kedamaian
dan menjaga rasa keadilan bagi semua orang. Karena itulah hakikatnya demokrasi
Pancasila, yakni demokrasi yang memiliki nilai-nilai luhur kejujuran, yang bukan
semata-mata menghantarkan kemenangan,” ujar Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, di
Jakarta, Kamis (18/4/2019).
Lebih lanjut Prof Dede menjelaskan,
masyarakat sejatinya melihat ajang Pemilu itu sebagai sebuah proses demokrasi
untuk memperkuat legitimasi bangsa ini. Bukan memanfaatkan Pemilu untuk mendahulukan
kepentingan seseorang atau sekelompok orang yang dapat memecah persatuan, tapi
harus lebih mengutamakan kepentingan bangsa.
“Biarkan mereka yang mendapat
dukungan masyarakat memimpin bangsa ini, karena itu adalah mandat untuk membawa
perubahan dalam rangka kemajuan bangsa. Setidaknya dalam aspek ekonomi,
perdagangan, pemajuan sains dan teknologi yang akan membantu memperkaya
barang-barang komoditas yang bisa dijual ke pasar global,” ujar mantan Rektor
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.
Tak hanya itu, menurutnya masyarakat juga harus bisa
bahwa melihat pesta demokrasi ini adalah upaya untuk membangun bangsa demi memperkuat
dan merawat persaudaraan sesuai demokrasi Pancasila. Yang mana Indonesia adalah negara demokrasi
yang dilakukan serempak demokrasi dalam politik dan ekonomi.
“Dan demokrasi dalam bidang politik ini diwujudkan dalam
bentuk partisipasi dalam pemilihan umum lima tahunan untuk memilih Presiden dan
wakil Presdien, anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten atau Kota,” ujar pria kelahiran Ciamis 5 Oktober 1957 ini.
Dirinya menyakini bahwa dalam konteks partisipasi
politik semua masyarakat berpandangan sama untuk berpartisipasi. Namun dalam
konteks kontestasi pasti masyarakat terbelah. Yang mana baik kalangan akademisi,
birokrat, dan masyarakat profesional semuanya akan larut dalam berkompetisi.
“Namun setelah Pemilu mereka semua harus kembali ke
pangkuan ibu pertiwi, bahwa semua anak bangsa adalah satu sebagai bangsa
Indonesia yang diikat oleh kesamaan cita-cita menuju masyarakat maju
berkeadilan,” ujarnya
Dengan demikian menurutnya, rasa persaudaraan
sebangsa dan setanah air akan mengalahkan egoisme kepentingan politik
masing-masing. Akan tetapi, bagi para pekerja partai dan para pekerja politik,
emosi kemenangan dankekalahan mereka bisa mengalahkan rasionalitasnya sendiri.
“Untuk itu, kita patut menghimbau agar mereka semuanya
bisa kokoh dalam persaudaraan kebangsaan, jaga keutuhan bangsa, dan perkuat
kesatuan demia masa depan bangsa Indonesia,” kata mantan Direktur Pendidikan
Tinggi Islam, Ditjen Pendidikan Islam Kementerian Agama ini.
Diakuinya, memang banyak
tokoh-tokoh agama, tokoh nasional maupun tokoh public yang masuk dalam
kontestasi ini, sehingga kehilangan legitimasi untuk didengar oleh seluruh
lapisan masyarakat, yang mana mereka ini kehilangan person figur yang bisa
menjadi rujukan semua orang yang berbeda kepentingan.
“Dalam konteks ini, masyarakat
hanya bisa berpegang pada ajaran yang mereka anut, bahwa persaudaraan
kebangsaan merupakan bagian dari perilaku beragama. Oleh sebab itu, masyarakat
tidak harus larut dalam saling menyalahkan satu sama lain, biarkan sistem yang
mengelola semua proses demokrasi ini,” kata pria yang juga Dewan Pembina
Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia ini.
Untuk itu dirimya meminta kepada
para tokoh-tokoh untuk bisa memberikan cerminan atau contoh kepada masyarakat
bahwa menjaga persaudaraan demi keutuhan bangsa itu lebih diutamakan daripada
harus menjelek-jelekkan para paslon.
“Karena kalau saling hujat itu
terjadi, yang ada malah membuat suasana kerukunan dan persaudaraan ini menjadi
pecah. Untuk itu para tokoh masyarakat, agama dan publik mari bersama-sama
untuk mengajak masyarakat untuk menciptakan perdamaian dan kerukunan,” katanya.
Dirinya
juga mengingatkan kepada seluruh masyarakat terutama beberapa hari kedepan saat
penghitnugan suara Pemilu untuk tidak menyebarkan hoax ataupun membuat
spekulasi yang dapat memancing suasana menjadi panas.
“Jangan
menyebar hoax, hindari mengeluarkan kata-kata yang akan memancing serta
menyulut emosi orang lain dengan dukungan berbeda, karena pada hakikatnya
kemenangan adalah kemenangan untuk bangsa Indonesia,” katanya mengakhiri.
Editor | : Adri Irianto |
Foto | : - |
Sumber | : - |
No comments:
Post a Comment