Jakarta, ZONASATU - Di usia ke-74 tahun Kemerdekaanya, Indonesia menjadi bangsa
yang semakin dewasa dan harus mampu
bersaing dengan negara-negara lain agar dapat
unggul
dalam berbagai aspek. Untuk mencapai cita-cita Indonesia unggul di segala
bidang, tentumya harus
dimulai dari kebersamaan untuk melawan berbagai problem kebangsaan salah
satunya radikal terorisme.
Guru Besar Psikologi
Politik dari Universitas Indonesia, Prof. Dr. Hamdi Muluk, M.Si, mengatakan
bahwa di usia Kemerdekaan Indonesia yang
ke-74 tahun ini sebenarnya seluruh potensi yang dimiliki bangsa Indonesia untuk
maju itu sangat ada, seperti Sumber Daya Alam (SDA) yang bagus dengan
ditunjang, letak geografis yang strategis.
“Sebagai sebuah
bangsa, kita sebenarnya punya modal sosial yang cukup besar yaitu Pancasila, Undang-Undang
Dasar (UUD) 1945 dan Bhinneka Tunggal Ika. Apa yang sudah diwariskan dari para founding fathers kita itu adalah modal
yang besar, termasuk didalamnya bahasa persatuan. Dan itu sudah berhasil kita
lewati, karena sampai hari ini kita tidak terpecah dan masih tetap utuh yang
tentunya semua itu adalah sebuah modal sosial yang besar dan tangguh untuk bisa
maju,” ujar Prof. Dr. Hamdi Muluk, M.Si, di Jakarta, Rabu (14/8/2019)..
Dan modal sosial ini menurut Hamdi sangat penting, karena untuk majunya
sebuah negara itu perlu banyak modal. Dirinya menyebut modal tersebut, pertama
yakni modal kekayaan Sumber Daya Alam yang sifatnya fisik material. Kedua, kalau orang mau maju untuk membangun proyek
nasional yang namanya national building seperti yang dikatakan
Ir Soekarno pada waktu itu.
“National building ini maksudnya
adalah membangun bangsa yang sejahtera, lahir fisik sesuai dengan cita-cita Kemerdekaan
yaitu memajukan kehidupan bangsa, memajukan perikehidupan dan sebagainya sesuai
dengan UUD 1945. Untuk membangun National building ini modal dasarnya,
pertama, fisik material yaitu, Sumber Daya Alam, kedua, uang atau finansial,
dan ketiga, yaitu Sumber Daya Tekhnologi,”
ujarnya menjelaskan.
Dengan modal tersebut menurutnya, lalu ada pemikiran sosial dengan memakai
istilah capital, baik itu natural capital, ekonomic capital,
tecnological capital. Namun hal tersebut tentu tidak cukup untuk bisa maju
kalau bangsa itu isinya konflik, tidak ada keamanan, tidak ada rasa saling
percaya, lalu di susupi ideologi
radikalisme. Untuk itulah tentunya juga diperlukan modal sosial agar dapat
maju.
“Modal sosial untuk maju itu hanya bisa dipupuk dengan rasa nasionalisme,
percaya antar sesama anak bangsa, tidak ribut terus, semangat persatuan supaya
kita memiliki apa yang disebut dengan kohesi sosial. Jadi secara sosial kita ini
kohesi atau merasa satu,” kata pria yang juga menjadi anggota Panitia Seleksi
Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Koropsi (Pansel Capim KPK) ini.
Dikatakan Hamdi, Kohesi Sosial ini sangat diperlukan agar bangsa atau
negara itu bisa maju. Karena tidak mungkin ada negara bisa maju kalau social capitalnya rendah. Indonesia sendiri
bisa berdiri, karena social capitalnya
yang dibangun terlebih dahulu. Bahkan pada waktu Republik ini berdiri, para founding fathers kita ini sebenarnya
cuma punya rasa saling percaya saja.
“Karena adanya perasaan, senasib, sepenanggungan, rasa saling percaya, lalu
menciptakan bahasa yang sama, dari situlah lahirlah Sumpah Pemuda pada tahun
1928, yang kemudian sepakat untuk membuat Negara Kesatuan Republik Indonesia
dengan dasarnya harmoni itu.,” ujarnya.
Sehingga Pancasila ini bisa dikatakan semacam ideologi kompromi, yang
menurutnya oleh para ahli sosial disebut sebagai ideology of tolerant. “Yang mana sebuah ideologi yang mentoleransi semua
perbedaan supaya modal sosial kita untuk merdeka itu bisa semakin kuat. Itu
modal sosial yang kita miliki,” ucapnya..
Menurutnya, dengan modal sosial
yang sudah dimiliki tersebut maka masyarakat bangsa ini harus merawatnya dengan
baik. Karena modal sosial ini seperti tabungan dan menjadi sebuah investasi. Kalau modal sosial itu tidak pernah ditambah atau diperbarui, tentunya
lama-lama akan mudah tergerus atau berkurang.
Agar masyarakat bangsa ini bisa unggul dalam memenangkan ‘pertempuran’
di abad ke-21 ini tentunya orang harus bisa menambahkan satu modal lagi, yang biasa disebut
dengan psychological capital atau modal
psikologis seperti kreatifitas, pruduktivitas, daya saing, daya juang, tidak
mudah menyerah, kerja keras, menguasai sesuatu saat bersaing dengan ketat,
optimis, mental yang tangguh.
“Kalau kita simpulkan yakni modal alam kita sudah punya, modal sosial
juga punya walaupun sampai sekarang mengalami ujian terus seperti ada usaha
perpecahan, pernah juga ada konflik di Ambon, sehingga tercabik lagi modal sosial
kita itu, Modal sosial tentu menjadi basisnya” kata pria kelahiran Padang
Panjang, 31 Maret 1966 ini.
Karena kalau tidak ada keamanan, ketentraman, rasa saling percaya,
persatuan, berkonflik, tidak ada ketenangan sosial, maka pembangunan di negara
ini tentunya tidak dapat berjalan. Hal itulah yang tentunya menjadi renungan
agar
kedepannya bangsa Indonesia bisa unggul di segala aspek.
“Artinya semangat kebangsaan, rasa saling percaya, kerjasama antar anak bangsa,
antar berbeda agama, persatuan Indonesia tentunya harus bisa dijaga. Kita harus
saling menjaga agar tidak mudah diadu-adu oleh paham-paham asing yang dapat memecah
belah persatuan yang dapat menggerus modal social,” ucapnya.
Hal ini menurutnya tidak dapat dipungkiri karena kemarin-kemarin bangsa Indonesia
sempat dirusak misalnya oleh intoleransi antar umat beragama sehingga ada rasa saling curiga antar macam-macam
kelompok dan golongan. Bahkan saat Pemilu lalu juga sempat sempat memanas
karena adanya polarisasi di masyarakat yang menggerus social trush itu.
“Tentunya yang dapat memperkuat modal sosial itu adalah dengan memperkuat
toleransi, saling menghargai, mencintai
bangsa ini, paham dengan sejarah bangsa kita ini bahwa dulu itu kita Merdeka
karena memiliki modal sosial yang kuat
dengan rasa saling percaya, satu bangsa, satu Bahasa, ber Tanah Air yang satu yakni
di Indonesia ini,” tuturnya.
Untuk itulah menurutnya, seluruh kontruksi kebangsaan, Pancasila dan
pelajaran kewarganegaraan itu harus terus-menerus diingatkan dalam berbagai bentuk
pada pendidikan kewargaan dari TK lalu berjenjang ke SD hingga Perguruan
Tinggi. “Ini tentunya jangan dilupakan. Selain itu di forum-forum juga untuk
saling mengingatkan bahwa bangsa ini bisa pecah kalau social trush itu tidak dipelihara,” katanya. .
Menurut Hamdi, usaha-usaha penangkalan untuk mencegah masuknya paham
radikal harus terus menerus dilakukan dengan segala cara dengan melibatkan
seluruh stakeholder masyarakat, baik itu guru sekolah, orang tua, instansi pemerintah,
politisi dan juga TNI-Polri.
“Semuanya harus saling mengingatkan terus bahwa modal sosial ini harus
diperbahari terus sebagai tabungan sosial bangsa Indonesia. Semua pihak juga
jangan sedikitpun memberikan ruang intoleransi, misalnya paham-paham untuk
memecah belah kesatuan, yang bertentangan dengan semangat NKRI yang ingin
mengganti Pancasila,” ujarnya.mengakhiri.
Editor | : Adri Irianto |
Foto | : - |
Sumber | : - |
No comments:
Post a Comment