Jakarta, ZONASATU - Guru Besar Psikologi Politik dari Universitas Indonesia (UI) Prof. Dr. Hamdi Muluk, M.Si, mengatakan bahwa dalam menghadapi pendemi ini maka solidaritas dan kesadaran bersama bisa dikuatkan dengan memanfaatkan modal sosial bangsa yang kuat. Karena bangsa ini mempunya modal sosial yang kuat seperti gotong royong, misalnya bergotong royong untuk diam di rumah untuk menghentikan penyebaran virus tersebut.
“Sekarang tradisi-tradisi
gotong royong itu dimanfaatkan lagi, termasuk solidaritas gotong royong dalam
membantu ekonomi sesama warga bangsa. Kalau ada orang-orang di komplek atau
kampung kita, dan kita tahu dia system kerjanya harian dan secara ekonomi dia terkena
dampak dari PSBB itu lalu tidak bisa kerja. Masyarakat tentu bergotong royong
bikin sumbangan, kirim sembako.agar kebutuhan ekonominya tetap berjalan,” tutur
Prof. Dr. Hamdi Muluk di Jakarta, Rabu (8/4/2020)..
Lebih lanjut
Hamdi Muluk menerangkan bahwa, dalam perspektif ketahanan nasional, ancaman
pandemi seperti COVID-19 ini menunjukkan bahwa kestabilan ekonomi menjadi
paling vital bagi masyarakat dan negara.
Karena ketika ekonomi terguncang negara bisa runtuh, akibatnya orang
tidak bisa makan.
“Kalau misalnya pandemi
ini berkelanjutan, lalu ekonomi lumpuh apakah masyarakat masih bisa makan atau
tidak, itu yang perlu jadi perhatian bersama. Bahkan Presiden mengatakan kepada
jajarannya ‘coba cek stok pangan’ karena kalau asumsinya misalnya petani tidak
bisa menanam juga, distribusi tidak bisa jalan, apakah orang masih bisa makan
dalam dua-tiga bulan kedepan. Itu harus dipastikan dan telah menjadi perhatian
pemerintah,” ujar Prof.
Prof Hamdi
mengungkapkan bahwa dengan situasi saat ini yang mana aktivitas normal
berhenti, yang berarti tidak ada penghasilan, tidak ada tabungan, tidak ada
uang beredar di tengah masyarakat. Karenanya paling tidak pemerintah saat ini
tengah terus berusaha agar nantinya orang tidak kelaparan dulu.
“Kalaupun
sekarang ada juga yang teriak-teriak untuk lockdown, dengan menghentikan semua
aktivitas dan menutup semua hal yang memungkinkan agar virusnya tidak menyebar
dan meluas. Tetapi tetap saja, kebutuhan
vital harus tetap berjalan. kebutuhan-kebutuhan
dasar seperti listrik, air, pangan dan energi jangan sampai lumpuh,” tutur Prof
hamdi
Karenanya pria
yag juga Kepala Laboratorium Psikologi Politik Universita Indonesia itu
menyatakan bahwa harus tetap ada orang yang melakukan beraktivitas untuk menjaga
agar kebutuhan pangan seperti sembako itu tetap ada. Kalaupun sekarang konsep PSBB
itu nanti dijalankan, maka sektor-sektor tadi tidak boleh berhenti.
“Karena kalau
kita bayangkan ada perang lalu negara itu lumpuh tidak bisa makan, jika
diserang tentu bisa takluk negara itu. Makanya doktrinnya sekarang adalah bahwa
ancaman negara tidak hanya bentuk fisik perang, itu yang disebut konsep
pertahanan negara modern,” kata
Oleh sebab itu pria
kelahiran Padang Panjang, 31 Maret 1966 itu mengatakan bahwa Kepala Negara
maupun pejabat-pejabat pemerintah tentunya harus punya pemahaman yang sama
bahwa masalah COVID-19 ini adalah sebuah krisis.
Oleh karena itu
kita semua rakyat Indonesia harus bahu membahu, mengatasi ancaman pandemik ini.
Karena di dalam sistem pertahanan semesta maka setiap unsur bangsa harus turut
serta dilibatkan dalam perang semesta melawan pandemic ini.
“Jadi tidak
boleh misalnya ada masyarakat yang secara sengaja misalnya melemahkan
usaha-usaha yang dilakukan pemerintah untuk memerangi virus COVID-19 ini secara
maksimal, tidak boleh ada yang menghalang-halangi usaha ini. Jadi harus
mengikuti himbauan pemerintah misalnya untuk tetap diam di rumah apabila tidak
ada keperluan yang mendesak,” ujar Prof Hamdi Muluk
Oleh sebab itu pria
yang juga anggota kelompok ahli bidang Psikologi di Badan Penanggulangan
Terorisme Indonesia (BNPT) ini meminta kepada seluruh masyarakat untuk menjadi
tidak egois. Karena dalam melawan bencana COVID-19 ini perspektifnya adalah untuk
kepentingan bersama seluruh rakyat Indonesia.
“Karena orang yang
terlihat sehat pun bisa jadi pembawa virus atau carrier. Makanya kalau ada orang berkumpul-kumpul, dikhawatirkan bisa
jadi saling menularkan. Jadi dalam kondisi ini memang perlu negara sekarang ini
untuk mengelola masalah ini melalui aparatnya. Dan jangan ada lagi tokoh agama
atau tokoh masyarakat yang malah ngompor-ngomporin atau mengatakan
‘jangan sampai sholat Jumat di masjid ditinggalkan’ misalnya seperti itu,” ucap
Prof Hamdi.
Oleh sebab itulah
Prof Hamdi mengungkapkan bahwa sekarang ini kebijakan yang diambil adalah PSBB
dan bukan total lockdown. Karena
memang menurutnya PSBB itu lebih masuk akal untuk diterapkan di beberapa
wilayah yang menjadi pandemi di Indonesia. Karena model pandemi yang dialami
Indonesia ini tidak seragam di seluruh daerah di seluruh Indonesia.
“Jadi ini sudah
saatnya satu komando, satu versi saja informasi itu, kalau perlu diturunkan
oleh pemerintah dalam bentuk infografis yang sifatnya instruktif semacam
selebaran.. Kalau perlu dicetak yang
ditujukan kepada kelompok-kelompok yang tidak terjangkau peralatan elektronik
atau sinyal seperti di daerah. Bisa disebar ke pasar-pasar, lalu ke RT/RW,”
ungkap Prof. Hamdi.
Selanjutnya
dengan penerapan PSBB ini pria yang juga
Koordinator Program Master dan Doktoral di Fakultas Psikologi Universitas
Indonesia inij uga menyarankan agar dibuat
pula petunjuk pelaksanaan teknisnya seperti apa agar informasi itu bisa sampai
ke akar rumput dengan adanya model selebaran tadi.
“Kalau itu semua
sudah dilakukan dan pemerintah juga menjamin seperti janji Presiden yaitu Rp. 405
Triliun untuk digelontorkan untuk social
safety net, maka orang aman dua Minggu diam di rumah, dia tidak kelaparan,
semua logistik sudah dijamin. Sehingga tidak ada orang yang tidak terpenuhi
kebutuhan dasarnya, saya setuju,” ujarnya.
Tapi menururtnya
jika masih ada mayarakat yang bandel tentunya bisa dibawa ke ranah pidana
sesuai dengan Undang-Undnag No.6 tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan, yang
mana di pasalnya juga dijelaskan kalau ada mayarakat yang masih bandel bisa
dipenjara 1 tahun dan denda Rp 100 juta. Hal ini agar ada efek jera
terhadap masyarakat yang masih bandel
terhadap masalah ini.
“TNI-Polri bisa memanfaatkan
komunitas Satpam-Satpam di komplek perumahan atau perkantoran misalnya. Nanti
Satpam bisa tanya ‘Kamu ngapain keluar kalau nggak ada urusan’. Lalu Polisi
juga harus merazia terhadap orang yang masih kumpul-kumpul,” ujarnya.
Pria yang juga mantan
anggota Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Koropsi (Pansel
Capim KPK) periode 2019-2023 ini juga meminta agar para tokoh masyarakat dan
agama untuk peduli terkait hal ini dan menggerakkan komunitasnya.
Tak hanya itu,
dirinya juga menyarankan agar pemerintah juga turut melibatkan semua pihak,
yang tidak hanya berbicara secara medikal saja, tetapi juga melibatkan sosiolog,
psikologsosial dan sebagainya untuk membantu sosialisasi.
“Ini untuk
merancang strategi dengan membuat metode-metode campaign dan sosialisasi sebagai upaya menggerakkan simpul-simpul komunitas. Dalam bahasa
saya Psychosocial Intervention.
Karena tidak mungkin pemerintah mengatasi sendiri soal ini. Misalnya
Kemenkominfo tidak bisa diserahkan bidang tugas untuk sosialisasikan sendirian,
kan nggak kuat juga. Karena skala untuk mencegah pandemic ini harus sangat
massif melibatkan semua pihak,” kata Hamdi Muluk mengkahiri.
Editor | : Adri Irianto |
Foto | : - |
Sumber | : - |
No comments:
Post a Comment