Jakarta, ZONASATU - Sejumlah pihak coba menawarkan solusi untuk menyelamatkan ekonomi nasional di tengah pandemik virus corona atau Covid-19.
Mantan Wapres Jusuf Kalla misalnya mengajukan agar pemerintah meminta Bank Indonesia untuk mencetak duit. Duit itu bisa digunakan untuk membiayai pandemi virus Corona.
Menurutnya, ide tersebut dapat menjadi solusi jangka pendek untuk menyelamatkan ekonomi nasional. "Itu opsi juga (cetak uang), memang kita tidak khawatir rupiah kemana-mana, tetap aja dia di dalam negeri. Kalau memang perlu, cetak uang juga suatu solusi yang (bisa) dijalankan untuk jangka pendek ini," kata JK.
Ide Jusuf Kalla itu mendapat sambutan dari anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Mukhamad Misbakhun. Menurutnya, mencetak uang itu menjadi salah satu solusi untuk mengatasi kesulitan keuangan saat ini. Memang akan terjadi inflasi, namun hal itu, menurut Misbakhun harus diawasi.
Sementara itu, ekonom senior Rizal Ramli mengatakan bahwa ide mencetak uang tersebut sangat rawan. Apalagi ide itu terjadi di saat pemerintah tidak kredibel. Karena itu, printing money rawan terhadap penyalahgunaan.
Karena itu, Menko Perekonomian pada era Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Gur) ini menilai opsi tersebut keliru.
"Mohon maaf, printing money pada saat pemerintahnya itu tidak kredibel, banyak KKN dan abuse of power, printing money bahaya sekali," ujar Rizal Ramli di ILC TVOne bertajuk ‘Corona: Setelah Wabah, Krisis Mengancam?’, Selasa (21/4).
Mantan Menko Kemaritiman itu mengatakan, ketika printing money dilakukan dan tidak dikelola dengan baik maka akan berakibat pada anjoloknya nilai tukar rupiah. "Begitu pemerintah printing money, rupiah bisa anjlok ke Rp 20 ribu terkecuali pemerintah lebih kredibel saat ini," katanya.
Menurutnya, wabah virus corona ini seperti samurai raksasa yang jatuh dari langit. Sekalipun ada raksasa yang mencoba menahan samurai itu, tentu tangan kita tidak sanggup menahannya dan malah akan berdarah.
Perumpamaan itu disampaikan Rizal Ramli menyikapi fenomena negara kita yang sibuk memberikan pompa ekonomi (pumping economic) secara makro di saat wabah corona sedang terjadi.
Seharusnya, kata Menko Perekonomian era Presiden Gus Dur itu, fokus utama kita yaitu harus menyelesaikan sebaran virus Corona tersebut.
“Kasarnya, Indonesia nggak kaya-kaya amat. Kalau ada perusahaan mau buyback saham, bleeding loe (kamu). Lihat saja semua grup-grup besar di Indonesia, valuasinya drop ada yang Rp 200 T dan sebagainya. Samurai itu harus jatuh dulu ke tanah, baru kita lakukan sesuatu,” katanya.
Dirinya lantas mengurai apa yang terjadi di Amerika Serikat. Pompa stimulus sebesar 1 triliun dolar AS ternyata tidak mampu memberi hasil yang sesaat atau tidak signifikan. “Cuma berapa hari doang indeks di Amerika naik, abis itu anjlok lagi,” ujarnya.
Hal itu terjadi karena corona belum selesai. Sehingga, pompa apapun tidak akan berpengaruh. Untuk itu, Rizal Ramli mengingatkan agar pemerintah Indonesia tidak salah mengambil kebijakan pumping macro. Upaya untuk menekan rupiah ke angka Rp 15 ribu per dolar AS akan menjadi sia-sia jika corona tidak selesai.
“Jadi jangan sok jago. Kemampuan kita terbatas, jangan lakukan makro pumping, atau corporate pumping yang tidak perlu. Bereskan kasus corona, otomatis nanti semua akan lebih baik,” pungkasnya.
| Editor | : Indarti |
| Foto | : - |
| Sumber | : - |



No comments:
Post a Comment