Jakarta, ZONASATU - Adanya gejala radikalisasi di kalangan anak muda dan generasi milenial sering kali muncul karena kurangnya pemahaman terhadap ajaran agama itu sendiri. Oleh karena itu diperlukan penanaman nilai-nilai agama yang moderat dan toleran sebagai semangat dari Islam yang Rahmatan Lil Alamin kepada generasi muda.
Tokoh Ulama Muda
Nahdatul Ulama (NU) KH. Miftah Maulana Habiburrahman atau biasa disapa Gus
Miftah mengatakan bahwa dirinya saat ini memang melihat adanya pemahaman yang
kurang dalam memahami agama khususnya dari kalangan generasi muda. Apalagi
kalau generasi muda tersebut memahami agama melalui dunia maya atau media social (medsos).
“Seperti yang
kita lihat akhir-akhir ini terjadi, orang melakukan tindak kekerasan dan aksi
terorisme itu karena kurang memahami agamanya. Apalagi sekarang dengan adanya
medsos, saran saya kepada generasi muda, tolonglah folllow tokoh-tokoh atau
akun-akun yang menentramkan. Kita boleh berguru kepada siapapun tapi tentunya
kepada guru yang bisa menyelamatkan kita bukan yang malah menjerumuskan,” ujar Gus Miftah di Jakarta, Jumat (3/7/2020).
Gus Miftah mengatakan
bahwa pada dasarnya semua pengajian itu baik. Tetapi pengajian yang jauh dari
norma-norma dan etika kebangsaan itulah yang tidak harus diikuti. “Kalau
pengajian itu sudah menyimpang dari norma-norma dan etika kebangsaan tentunya
tidak harus kita ikuti. Apalagi kan sekarang ada juga pengajian online. Jadi
selektiflah dalam memilih dan ketika bermedsos,” tuturnya.
Gus Miftah yang
juga merupakan pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Ora Aji, Sleman, Yogyakarta ini
mengungkapkan bahwa pemahaman yang salah dan kurang tentang agama ini harus
diluruskan. Dan tentunya juga meluruskannya pun harus dengan cara-cara atau
metode yang relevan sesuai dengan kondisi saat ini.
“Karena itu kita
harus meluruskannya dengan cara-cara hari ini, karena metode dakwah itu sendiri
memang selalu berkembang. Jaman kanjeng nabi bil lisan melalui lisan, jaman sahabat sudah melalui tulisan bil qalam, jaman walisongo bil budaya dan hari ini bil medsos atau dakwah melalui medsos,” ucap
alumni Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta tersebut.
Oleh karena itu
menurut Gus Miftah, untuk memberikan pemahaman yang benar dan menjauhkan agama
dari kekerasan maka kita harus meletakkan budaya dan agama secara benar. Karena
kalau meletakkan budaya dan agama secara benar maka secara tak langsung akan
menjauhkan agama itu dari kekerasan.
“Karena memang
agama itu tidak identik dengan kekerasan. Maka dari itu dakwah yang saya
lakukan selama ini adalah membudayakan agama, bukan meng-agamakan budaya. Ini
tetap beragama Islam sesuai tuntunan Al Quran dan hadist tetapi dengan
karakteristik bangsa Indonesia,” kata Gus Miftah.
Pria kelahiran
Lampung, 5 Agustus 1981 ini berpendapat bahwa agar dapat mengajak orang-orang
bisa mencintai agama dan mau pergi ke tempat
pengajian adalah dengan dengan membuat pengajian yang bisa menyenangkan bagi orang-orang itu.
“Saya sering
mengatakan begini, orang yang datang ke dunia malam itu orang susah yang
mencari senang. Kenapa mereka mencari kesenangan di tempat hiburan malam?
Karena mereka tidak mendapatkan kesenangan di tempat pengajian. Maka kemudian
jadikanlah pengajian itu pengajian yang menyenangkan agar mereka mau dating. Kita
sentuh hatinya, itu pendekatan yang saya lakukan,” ungkapnya.
Lebih lanjut,
Gus Miftah menyampaikan, cara menyampaikan Islam agar dianggap sebagai agama
yang menyenangkan tentunya adalah dengan menunjukkan akhlak yang menyenangkan,
bukan akhlak menakuktkan.
“Kita memahami
Islam itu Rahmatan Lil Alamin, bukan Rohmatan Lil Muslimin. Rahmat, kasih saying
untuk semua alam, siapapun. Bukan rahmat hanya untuk orang Islam saja. Maka
tampakkanlah Islam dengan akhlak yang menyenangkan, Bukan akhlak yang
menakutkan. Karena dakwah itu mengajak, bukan mengejek. Merangkul, bukan
memukul. Dan harus membahagiakan dan bukan untuk menakut-nakuti,” terang Gus Miftah
Gus Miftah yang
merupakan keturunan ke-9 seorang pendiri Pesantren Tegalsari, Ponorogo Kiai
Ageng Hasan Besari itu juga mengingatkan
agar generasi muda jangan sampai salah dalam memilih ustad. Dirinya berharap
generasi muda bisa memilih ustad yang mengajarkan Islam secara ramah dan
menyenangkan.
“Contohnya kenapa
banyak orang beragama dengan salah ? Itu lebih karena salah milih guru, salah
milih kiai, salah milih ustad. Maka dari itu pilihlah kiai dan ustad yang
mengajarkan Islam secara ramah dan menyenangkan. Tinggalkan paham-paham yang
kemudian mengajak kepada radikalisme,
terorisme, kekerasan dan sebagainya,” tegas pria yang pernah aktif di
organisasi Pegerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) UIN Yoyakarta itu.
Maka dari itu dirinya
juga meminta kepada para dai-dai yang ramah ini juga jangan sampai ketinggalan
dengan era yang serba maju ini sehingga juga jangan sampai ketinggalan dalam
menggunakan medsos untuk mendakwahkan Islam yang ramah.
“Maka dari itu
kenapa saya ajak dai-dai yang ramah ini untuk menggunakan medsos. Karena
kadang-kadang kita ini ketinggalan sama mereka. Maka kita berlomba-lomba
disitu. Dan alhamdulillah saya ini termasuk orang yang sangat giat di medsos
baik di Instagram, Facebook, maka saya kalau live disaksikan oleh ribuan orang saya pikir hal seperti ini sangat
efektif,” ujarnya mengakhiri.
| Editor | : Adri Irianto |
| Foto | : - |
| Sumber | : - |



No comments:
Post a Comment