![]() |
Marciano Norman mantan Kabin |
Zonasatu.co.id, Jakarta - Di era demokratisasi ini, intelijen
negara dituntut untuk menciptakan, memicu,
mengacu serta menyelesaikan perubahan. Oleh karena itu intelijen harus
menyesuaikan diri dengan fenomena tuntutan perubahan, tanpa menyimpang dari
tujuan kepentingan nasional. Intelijen pun tak lagi bisa berbuat semaunya,
karena dituntut untuk lebih professional dalam koridor ketentuan hukum yang
berlaku, utamanya pasca pemberlakuan UU No. 17 Tahun 2011 tentang Intelijen
Negara.
Hal itu ditegaskan mantan Kepala Badan
Intelijen Negara (BIN), Letjen TNI (Purn). Marciano Norman saat diskusi
peluncuran bukunya yang berjudul “Intelijen
Negara : Mengawal Transformasi Indonesia Menuju Demokrasi yang Terkonsolidasi”,
di Jakarta, Jumat (10/7).
“Saya lah Kepala BIN pertama yang harus
melaksanakan amanat UU Intelijen Negara. Tentunya ada dinamika tersendiri,
karena Intelijen tidak lagi bebas sebebas-bebasnya. BIN dikawal ketat UU. Maka
tantangan saya merubah kultur insan intelijen kita agar menghormati UU di era
keterbukaan, tuntutan transparansi dan akuntabilitas,” kata Marciano.
Dengan kondisi dari BIN yang bebas
sebebasnya, kemudian menjadi lembaga yang harus mentaati atau dikawal ketat UU,
tentu menuntut kepiawaian insan intelijen dalam melaksanakan operasi intelijen
tanpa harus melanggar UU, apalagi melanggar HAM.
Lebih lanjut ia mengatakan, era
demokrasi menuntut diwujudkannya keseimbangan antara kerahasiaan dan
keterbukaan. Namun disisi lain, dilema utama intelijen adalah bagaimana bisa
berperan sebagai pelindung demokrasi, dan disaat yang sama juga harus
beroperasi secara rahasia.
“Tuntutan demokratisasi, supremasi
hukum, akuntabilitas dan HAM, bukan berarti seluruh aktivitas badan intelijen
harus transparan secara telanjang di
ranah publik. Tapi karena aktivitas intelijen,
langsung maupun tidak, berkait dengan hak kebebasan individu, maka
intelijen harus tunduk dan diatur dengan ketentuan yang diamanahkan
Undang-Undang,” jelas Marciano.

Sementara itu dikesempatan yang sama,
pengamat intelijen Wawan H. Purwanto mengapresiasi keterbukaan Letjen (Purn)
Marciano Norman yang mau mengupas seluk beluk pengalaman dan pemikirannya
selama 3 tahun 9 bulan menjabat sebagai orang nomer satu di Badan Intelijen
Negara.
Wawan yang juga editor buku ini
mengatakan, buku ini menarik untuk dikaji semua kalangan. “Kita juga bisa
melihat, selama pak Marciano Norman memimpin BIN, tidak banyak gejolak yang
terjadi. Kalaupun ada riak yang tak terhindarkan, tangan dinginnya mampu menanganinya dengan
baik. Sehingga negeri ini dan pemerintahan yang lalu selamat sampai akhir masa jabatannya,” kata
Wawan. (Anto)