
Pernyataan
ini ia sampaikan saat memberi sambutan dalam acara peresmian masjid dan dua
ruang belajar di komplek pondok pesantren Al-Hidayah yang dikelolanya oleh Kepala
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol. Suhardi
Alius, M.H di Deli Serdang, Sumatera Utara, pagi ini, Jumat (24/02/17).
“Saya
bersyukur bahwa keinginan saya untuk kembali ke jalan yang benar mendapat
dukungan penuh dari pemerintah. Untuk itu saya juga mengajak rekan-rekan saya untuk
meninggalkan paham kekerasan dan kembali ke jalan kedamaian seperti yang
diajarkan Islam,” ujar Khairul Ghazali.
Meski
begitu, ia menegaskan bahwa radikalisme dan terorisme tidaklah sesuatu yang
tiba-tiba terjadi. Ada proses panjang yang menyebabkan radikalisme dan
terorisme lahir dan berkembang. Ini juga berarti bahwa penanggulangan terorisme
tidak bisa dilakukan dengan singkat pula. Tambahan masjid megah dan dua ruang
belajar untuk pesantrennya ia anggap sebagai bagian dari upaya penanggulangan
terorisme yang tidak bisa dilakukan secara kilat tersebut.
“Radikalisme
dan terorisme tidak terjadi mendadak, ia juga tidak akan habis dengan tiba-tiba,
ada proses panjang yang perlu dilalui (untung menghabisi terorisme),”
ungka pria yang pernah terlibat dalam kasus perampokan Bank CIMB Niaga di Medan pada tahun 2010 lalu ini.
Secara
lebih spesifik, pria yang dikaruniai 10 anak ini memberikan penekanan khusus
kepada pentingnya melindungi anak-anak dari bahaya radikalisme dan terorisme. “Saat
ini, di sini saja, sudah ada 70 anak yang orang tuanya terlibat jaringan
terorisme, baik langsung maupun tidak langsung. Saya dirikan pesantren ini
untuk selamatkan anak-anak itu,” jelas Ghazali.
Anak-anak
–terutama dengan orang tua yang memiliki keterkaitan dengan terorisme—
dipandangnya sangat rawan terpapar radikalisme dan terorisme. Doktrin utama
yang biasa diberikan orang tua kepada anak-anaknya untuk menjerat mereka dalam
kubangan terorisme adalah dalih birul walidain, yakni perintah untuk mematuhi
orang tua.
Hal
ini yang diakuinya membuatnya serius untuk menyelamatkan anak-anak melalui
pesantren yang ia kelola untuk anak-anak dari keluarga teroris. Hal utama yang
ia lakukan adalah dengan memberikan pemahaman keagamaan yang baik kepada
anak-anak tersebut. Sehingga ketika besar nanti, mereka bukan saja terhindar
dari bahaya radikalisme dan terorisme, tetapi juga bisa mengajak orang tua
mereka untuk menyadari kesalahan dan kembali ke jalan yang benar.
“Anak-anak
ini nantinya akan tahu bahwa jihad itu membangun, bukan menghancurkan. Melalui
pendidikan yang benar, anak-anak dari keluarga teroris akan mengerti bahwa
jihad yang dilakukan oleh orang tua mereka salah. Sekarang kita lihat sendiri,
gara-gara ‘jihad’ yang dilakukan orang tauanya, anak-anak menjadi terlantar.
Gara-gara jihad orang tuanya, pendidikan anak-anak putus,” katanya mengakhiri
Ghazali
mendapat dukungan penuh dari pemerintah atas kerja kerasnya ini. Kepala BNPT
Komjen Pol. Suhardi Alius, M.H, mengataka bahwa pihaknya akan terus mendampingi
setiap proses yang dijalani pesantren yang kini memiliki 20 santri ini. “Nanti
dari FKPT Sumut juga akan membantu membuat kurikulum pendidikan untuk pesantren
ini,” ujar Suhardi di kesempatan yang sama.
Selain
dihadiri para pejabat eselon I dan II BNPT, turut hadir pula dalam peresmian
tersebut yakni Anggota Komisi III DPR RI
yang juga bertindak sebagai Ketua Pansus RUU Terorisme Muhammad Syafi’i, Imam
Besar Masjid Istiqlal Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA, Gubernur Sumut Erry
Nuradi, Kapolda Sumut Irjen Pol. Rycko Amelza Dahniel, dan sejumlah pejabat
pemerintah daerah setempat.
Usai
meresmikan masjid, Kepala BNPT berserta rombongan juga berkesempatan meninjau
ruang kelas Pondok Pesantren Al-Hidayah. Setelah itu seluruh hadirin melakukan
Sholat Jumat di Masjid Al-Hidayah yang luas dan bisa menampung sebanyak 1.500
jamaah. Dalam sholat Jumat tersebut Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA bertindak
sebagai imam dan khotib.
No comments:
Post a Comment