
Hal
itu terungkap usai penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara BNPT dan PPATK
tentang Kerjasama dalam rangka Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan
Terorisme yang berlangsung di Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat, Rabu (12/4/2017).
Dalam acara itu hadir antara lain Kepala BNPT, Komjen Pol. Drs. Suhardi Alius,
MH, dan Kepala PPATK, Kiagus Ahmad Badaruddin.
Komjen
Pol. Suhardi Alius menjelaskan bahwa
PPATK mempunyai punya networking (jaringan) di seluruh dunia. Misalnya dengan
Australia untuk sharing informasi. BNPT maupun PPATK menurutnya bisa saling
inisiatif mencari informasi transaksi-transaksi mencurigakan.
“BNPT
kan punya Taskforce yang ada di bawah
pimpinan PPATK. Kita dapat person-person mencurigakan, kita berinisiatif minta inquiring ke PPATK. Pak tolong dilacak
itu (aliran dana),” ujar Kepala BNPT
dalam acara tersebut.
Mantan
Kabareskrim Polri ini juga menjelaskan, PPATK sendiri juga bisa meminta kepada BNPT untuk memprofiling. “Misalnya kok transaksi
ini rasanya tidak pas. PPATK bisa minta kami untuk mempfrofiling. Sebab, bisa saja nanti dana tersebut
ditransfer ke person, bisa juga yayasan atau korporasi. PPATK juga bisa minta
profiling ke negara pengirim, kita juga bisa memprofiling seperti berapa kali
transfer, kita analisis,” kata alumni Akpol tahun 1985 ini menjelaskan
Mantan
Kapolda Jawa Barat dan Kadiv Humas Polri ini mengakui kalau kelompok teroris
jaman sekarang ini juga telah menguasai teknologi bidang perbankan. Kepala BNPT
pun mencontohkan pelaku terorisme Bahrunnaim yang telah menggunakan tekhnologi
tinggi seperti paypall atau bitcoin.
“Itu
teknologi tinggi. Paypall pembayaran vitrual yang bisa dipakai transaksi
pengguna internet. Bitcoin mata uang digital dan diedarkan daring, tanpa ada
otoritas yang mengaatur. Untuk itu perlu terorbosan gimana kita deteksi dalam
bidang pencegahan supaya tidak mengalir.,” kata mantan Sekretaris Utama
Lemhanas ini.
Di
Indonesia sendiri menurut Kepala BNPT, sosok Bahrunnamim bisa dikatakan paling ‘melek’
teknologi. “Perintahnya semua melalui saluran IT. Mereka punya divisi IT. Kita
sendiri juga punya divisi IT, kita tak boleh lengah. Kalau lengah yang
terganggu NKRI. Mereka selalu cari cara baru untuk hindari deteksi. Kita mesti
waspada,” kata Kepala BNPT berpesan
Lebih
lanjut pria kelahiran 10 Mei 1961 ini mengatakan, selain dengan PPATK, BNPT juga sudah menjalin kejasama dengan 31 Kementerian/Lembaga
(K/L) lainnya dalam upaya pencegahan terorisme. Menurut Suhardi Alius,
kerjasama BNPT dengan K/L tersebut,
merupakan kelanjutan usulannya Kepada Presiden RI Joko Widodo usai dirinya
dilantik Presiden pada Juli 2016 lalu.
“Jika
sebelumnya hanya 17 kementerian dan lembaga yang dilibatkan, berkembang menjadi
25, dan terakhir sudah ada 31 kementeriaqn dan lembaga yang mau terlibat dalam
program penanggulangan terorisme ini. Karena pencegahan terorisme ini bukan
hanya tugas BNPT saja, tetapi juga melibatkan kementerian dan lembaga terkait
lainnya. Kita harus mengurai akar masalah di hulunya juga,” kata pria yang
pernah menjadi Kapolres Metro Jakarta Barat dan Kapolres Depok ini.
Sementara
itu Kepala PPATK, Kiagus Ahmad Badaruddin
menjelaskan bahwa yang dijelaskan Kepala BNPT bagi PPATK sendiri
merupakan hal yang sangat bermanfaat. PPATK sendiri tak berhenti untuk terus belajar
terhadap transaksi arus keuangan.
“Karena
transaksi keuangan tidak mungkin sukses
kalau kita tidak memahami kegiatan atau teknis mekanisme tata cara dari
kegiatan yang kita analisasi. Jadi kita harus mengerti betul gimana operasinya
suatu tindakan terorisme itu. Ini supaya saat kita membaca transaksi, kita jadi
benar lihat kegiatan tersebut.,” ujarnya.
Karena
menurutnya, kalau kita ingin tahu pembiayaan unit usaha, tidak bisa orang finance hanya memahami finance-nya saja, tetapi juga kegiatan
usaha juga. “Demikian juga dengan pendanaan terorisme. Terorisme ahlinya adalah
BNPT atau Densus 88 Polri, tapi untuk pembiayaan kita juga harus kembangkan
diri dan itu harus selalu terkait,” ujar pria yang pernah menjadi Irjen
Kementrian Keuangan RI ini.
Untuk
itu dalam menghadapi pemberantasan dan mencegah tindak pidana pendanaan
terorisme ini pihaknya akan menerapkan strategi follow the money. Hal ini dinilai lebih efektif ketimbang melihat
dari sisi follow the suspect (orang
yang dicurigai).
“Follow the money artinya kita mengikutinya berdarkan transaksi, dengan
transaksi itu kita bisa melihatnya secara utuh, misalnya, suspectnya satu, tapi
melihat transaksinya suspectnya banyak. Ini bisa dikembangkan untuk melihat
secara keseluruhan,” kata Ahmad Badaruddin seraya menambahkan, selain
suspectnya juga bisa diketahui di mana
saja aset mereka.
Ditanya
apakah PPATK menunggu permintaan BNPT untuk melihat transaksi mencurigakan,
Ahmad Badruddin mengatakan, “Bisa juga diminta, tapi kami juga proaktif untuk melakukan terlebih
dahulu juga. Karena di MoU ini diatur juga mengenai pertukaran informasi,
pendidikan pelatihan, diseminasi, pengembangan sistem IT,” ujar pria yang
pernah menjadi Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) ini mengakhiri. (Adri Irianto)