
Hal ini disampaikan oleh Kepala Badan
Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Drs. Suhardi
Alius, MH, saat melakukan penandatanganan nota
kesepahaman antara BNPT dengan Universitas Maarif Hasyim Latif (Umaha),
Sidoarjo, Jawa Timur yang berlangsung di kantor
perwakilan BNPT yang terletak di salah satu Gedung
Kementerian, Jakarta
pada Kamis (20/4/2017).
Kepala BNPT menyatakan bila target pelaku teror
guna merekrut penganut ideologi radikalisme dan terorisme keagamaan kini
cenderung bergerak semakin ‘muda’.
“Generasi muda yang menjadi pelaku teror,
ternyata tidak dipengaruhi oleh status ekonomi,
tingkat kecerdasan, atau status pekerjaan. Faham radikalisme ini justru
mudah menyasar di kalangan lembaga pendidikan,”
tegas mantan Sekretaris Utama (Sestama) Lemhanas RI ini.
Itu sebabnya menurut alumni Akpol tahun 1985 ini, BNPT bersama
Umaha kini mulai mencari akar masalah terjadinya faham radikalisme di kalangan
dunia pendidikan, guna menyusun kajian ilmiah pencegahan dunia radikalisme
yang berada di dunia pendidikan.
“Kalau dulu para pelaku
teror ini identik dengan orang yang sudah berumur
dan berpengalaman di daerah konflik. Tetapi di era
saat ini, basis pelaku teror ini bergeser ke usia yang lebih muda, karena
begitu masifnya teknologi informasi yang mudah diakses oleh kalangan muda ini,” kata mantan Kabareskrim Polri ini.
Bahkan, untuk mendoktrin faham
radikalisasi ini, bisa efektif melalui sosial media tanpa harus melalui pertemuan fisik secara rutin. “Kalau dulu untuk melakukan bai’at harus tatap muka langsung, tetapi
sekarang cukup online seperti kasus Ivan yang di Medan beberapa waktu lalu,” tutur mantan Kapolda Jawa Barat ini.
Lebih lanjut pria yang pernah menjadi Kepala Divisi Humas
Polri ini mengatakan bahwa, Teknologi Informasi juga
menjadi salah satu alasan mengapa generasi muda kian rentan terpapar radikalisme.
Akses tanpa batas dunia internet, dengan mudah dilakukan generasi muda meski
mereka hanya mengandalkan satu perangkat teknologi saja.
"Untuk itu kami
sangat mengapresiasi Umaha yang telah menginisiasi
untuk membentuk kelompok peneliti dengan melibatkan beberapa universitas yang
ada di wilayah Surabaya, Madura
dan bahwkan Cirebon, guna mengadakan penelitian
terhadap para mahasiswa untuk mencari sumber permasalahan serta memberikan
solusi pencegahan terhadap pemahaman radikalisme dikalangan mahasiswa,” kata mantan Wakapolda Metro Jaya ini.
Pria kelahiran Jakarta, 10 Mei 1962 ini mengatakan, dengan
keterlibatan para akademisi diharapkan keterlibatan generasi muda di lingkungan
pendidikan yang terlibat dalam tindak terorisme ataupun yang terpengaruh paham
radikalisme semakin berkurang,
“Dan tentunya ini
membutuhkan kerjasama serta komitmen kedua belah pihak yaitu Universitas
Ma’arif Hasyim
Latif bersama BNPT
untuk dapatnya diwujudkan dalam bentuk kerjasama yang lebih konkrit lagi,”
kata pria yang pernah menjadi Kapolres Metro Jakarta
Barat dan Kapolres Depok ini.
Sementara itu Rektor Umaha,
Dr. H. Ahmad Fathoni Rodli,
M.Pd mengakui jika kerawanan generasi muda terpapar faham radikalime memang sangat besar dan sudah
cukup mengkhawatirkan. “Bahkan,
saat menjadi mahasiswa, mereka sudah mendapatkan konsep radikalisme dari level
dosen atau pengajarnya sendiri. Ini yang sedang kita cari penyebabnya
dan cara penyelesaiannya,”
ujar Ahmad Fathoni.
Dirinya bahkan menggunakan beberapa pendekatan
agar motif dan potensi radikalisasi bisa diketahui sejak dini. “Bahkan
kami sedang mengembangkan games
permainan yang bisa mengidentifikasi seberapa jauh tingkat esktrim seseorang
terhadap pemahaman konsep radikalisme itu,”
ujarnya.
Rencananya prograam kerjasama ini akan
menghasilkan kajian ilmiah yang mengikat agar bisa diterapkan dalam sebuah
kurikulum dalam dunia pendidikan dan diterapkan dalam berbagai skala usia. (Adri Irianto)
No comments:
Post a Comment