Selama Pilkada, Media Harus Gaungkan Jurnalisme Damai - ZONASATU.CO.ID

Breaking

Home Top Ad

Tuesday, 6 February 2018

Selama Pilkada, Media Harus Gaungkan Jurnalisme Damai

Media baik televisi, koran, media online, radio, harus menggaungkan jurnalisme damai selama berlangsungnya Pilkada Serentak 2018. Media juga harus bersikap netral dan menghindari pemberitaan berbau provokasi, apalagi SARA, demi untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.

“Kita sudah mempunyai kanal dan instrumen hukum seperti UU ITE, UU Pokok Pers, dan juga KUHP. Saya rasa itu harus diterapkan sesuai proporsinya dan tidak tebang pilih. Saya pikir itu tatanan yang bisa kita lakukan. Yang pasti media harus bisa mencerdaskan, bukan untuk saling mengadu domba,” ujar Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Hanura Arief Suditomo di Jakarta, Selasa (6/2/2018).

Arief menambahkan bahwa penegakkan hukum itu menjadi cara terbaik untuk mengerem dan meminimalisasi terjadinya politisasi dan kampanye hitam melalui media. Dalam hal ini, ia menilai stakeholder media sudah tahu batasan-batasan itu. Karena itu ia menyerahkan etika bermedia itu ke setiap stakeholder masing-masing, apakah berita itu bisa disiarkan atau tidak.

Selain itu, pria kelahiran Jakarta 14 Agustus 1968 ini juga mengimbau pentingnya kewajiban regulator bahwa hukum itu harus dilaksanakan dan menjadi bukti bahwa negara hadir agar hal-hal yang terkait pelanggaran terkait Pemilu bisa diatasi dalam koridor hukum. “Intinya penegakan hukum harus diterapkan tidak pandang bulu,” ujar mantan pemimpin redaksi program Seputar Indonesia di stasiun televisi swasta nasional RCTI ini.

Pada kesempatan itu, mantan reporter ini juga mengajak seluruh kontestasi di Pilkada Serentak 2018 untuk menggunakan cara-cara baik dan damai untuk meraih kemenangan atau memenangkan kursi. Menurutnya, apapun yang dialami, dalam Pilkada atau Pemilu pasti berujung menang dan kalah, dan pasti ada politisi yang dapat kursi dan tidak.

Dalam konteks ini, sebenarnya Pemilu atau Pilkada itu harusnya biasa-biasa saja, tapi dalam prosesnya banyak kelompok atau orang yang menggunakan cara-cara toksic (racun) yang korbannya bukan politisi tapi rakyat. "Mereka itu, bisa kelompok atau perorangan pikirannya terlanjur diracuni dan terkontaminasi paham radikal yang penuh unsur SARA," ujarnya.

Baginya, imbauan paling pas buat seluruh pihak, baik yang memilih maupun yang dipilih adalah menghindari seluruh paham atau cara-cara kotor yang pada akhirnya akan membebani, baik jangka pendek atau panjang. Pasalnya, cepat atau lambat, penderitaan akibat fitnah atau adu domba, akan berimbas pada diri masing-masing, baik secara pribadi maupun kelompok.

"Kalau mau berpikir jernah, problem yang tidak perlu seperti SARA itu seharusnya bisa dieliminer sejak dini. Karena SARA adalah hal yang bisa menggerogoti keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)," ujar suami dari Puji Lidya Susanti Karamoy ini.

Pemenang Pembawa Acara Berita Pria Terfavorit pada ajang Panasonic Awards 2002 ini menilai, pelajaran pelaksanaan Pemilu dan Pilkada di masa lalu harus jadi pelajaran. Ada yang baik, ada yang buruk, dan ada juga pelajaran yang ongkosnya sangat mahal yaitu terjadinya polarisasi sosial, politik, perpecahan yang sulit direkatkan lagi.

“Kalau kita mau memperparah suatu saat bisa menjadi bumerang. Sebaliknya, kalau kita mau berinvestasi tentang menjalankan proses politik yang sehat dan jauh dari unsur SARA, maka nanti akan menghasilkan investasi yang baik. Jadi karma politik itu jangan pernah dilupakan, karena karma politik itu ada,”  ujarnya mengakhiri

No comments:

Post a Comment

Post Bottom Ad


UNESCO menyebutkan Indonesia berada diurutan nomor dua dari bawah soal literasi dunia yang berarti penduduk Indonesia memiliki minat baca yang sangat rendah yaitu 0,001% atau dari 1.000 orang hanya 1 orang yang rajin membaca. Yuk, perkaya literasi dan biasakan membaca sampai selesai.

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?