KABIR atau singkatan dari Kapitalis Birokrat sudah sejak lama mendera bangsa kita, bagaimana tidak, berangkat dari sistem feodal jaman dahulu merupakan warisan sistem sekaligus menjadi tradisi yang terus mempengaruhi mindset yang anehnya masih ada yang terus melestarikan sistem ini. Mengapa ini bisa terjadi? KABIR lestari karena sifat keegoisan manusia, karena sifat keserakahan manusia, mindset untung rugi yang terus dikembangkan sehingga membuat semua kontribusi menjadi hal yang perlu diperhitungkan, sungguh menjadi suatu kemunduran, melemahkan apabila sistem KABIR ini masih terus dilanjutkan. Keegoisan ini akan berujung pada ketidakadilan yang dapat mengakibatkan ketimpangan-ketimpangan dalam pembangunan masyarakat. Sungguh sistem yang sangat merugikan semua elemen masyarakat, bahwa keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia harus diwujudkan, harus diimplementasikan diberbagai sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kapitalis birokrat merupakan salah satu bentuk penyalahgunaan kekuasaan oleh kaum birokrat baik yang memegang kendali kekuasaan negara di tingkat nasional hingga tingkat kabupaten atau kota yang secara langsung melayani kepentingan imperialisme untuk memperkaya dirinya sendiri dan keluarga atau untuk mengumpulkan kapital untuk mempertahankan dan menaikkan posisinya dalam pemerintahan. Kapitalis birokrat tak ubahnya benalu yang sangat mengagungkan sistem feodalisme dalam masyarakat, tak segan untuk membela imperialis hanya demi keuntungan pribadi dan kroni tetapi mengorbankan semua kepentingan rakyat, tak peduli dengan semua aspirasi dan keinginan rakyat serta tak empati terhadap beban penderitaan rakyat. KABIR dengan berjalannya waktu akan melahirkan mafia-mafia, makelar kasus dan tentunya apalagi kalo bukan korupsi. Rakyat seakan terpedaya oleh kekuasaan dan kewenangan yang berbalut kapitalis, informasi untuk publik menjadi terbelenggu dan tidak adanya tranparansi sistem pelaporan keuangan dan minimnya keterbukaan untuk publik.
Korupsi dan sistem kapital sangat merugikan rakyat, mematikan sendi kehidupan berbangsa dan bernegara, mengurangi hak dan keadilan untuk rakyat karena motivasinya hanya untuk kemakmuran pribadi dan kroni, sungguh menyedihkan...sungguh merupakan suatu pembodohan rakyat, rakyat dipaksa untuk bungkam dengan menutup berbagai akses saluran informasi yang ada dan menekan kran keterbukaan publik, sehingga dengan keegoisan sistem birokrasi ini semakin menjadi angkuh dan sekaligus menyebabkan ketakutan masyarakat untuk mengkritisi dan memberikan masukan terhadap pemangku kepentingan hingga Bung Karno mengatakan “Indonesia adalah bangsa yang sakit, tanpa karakter, dan masyarakatnya sudah terlanjur parah sakit, ada dalam lubang apatisme, tak mau cari jalan keluar, pasrah dan tunduk—mentalnya, “mental tempe”.
Mindset awal yang salah bermula dari rekruitmen pegawai negeri yang sudah bukan rahasia lagi yaitu fenomena “menyogok” yang nantinya akan menciptakan generasi birokrat yang kapitalis, minim idealisme dan menyuburkan lahan korupsi, kembali lagi rakyat yang akan menuai akibatnya dari penetapan sistem yang salah tersebut. Mindset pencari untung akan menghiasi ranah birokrasi, memanipulasi anggaran, dan melakukan kong kali kong dengan rekanan proyek hanya untuk meraup untung untuk pribadi dan kroni, hal tersebut jelas akan memandulkan empati, peduli dan mengasihi.
Rakyat harus dibahagiakan, disejahterakan, dimakmurkan, diberikan keadilan yang seadil-adilnya bahwasanya negara ini harus hadir untuk meringankan semua beban penderitaan rakyat, semua kesulitan dan kesusahan rakyat. Jangan deritakan rakyat karena tanpa rakyat apalah artinya negara ini. Kapitalisme atau Kapitalis adalah suatu paham yang meyakini bahwa pemilik modal bisa melakukan usahanya untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya. Demi prinsip tersebut, maka pemerintah yang memiliki mindset kapitalis birokrat ini tidak dapat melakukan intervensi pasar guna keuntungan bersama, tapi intervensi pemerintah versi Kabir ini dilakukan secara besar-besaran untuk kepentingan-kepentingan pribadi. Walaupun demikian, kapitalisme sebenarnya tidak memiliki definisi universal yang bisa diterima secara luas. Beberapa ahli mendefinisikan kapitalisme sebagai sebuah sistem yang mulai berlaku di Eropa pada abad ke-16 hingga abad ke-19, yaitu pada masa perkembangan perbankan komersial Eropa di mana sekelompok individu maupun kelompok dapat bertindak sebagai suatu badan tertentu yang dapat memiliki maupun melakukan perdagangan benda milik pribadi, terutama barang modal, seperti tanah dan manusia guna proses perubahan dari barang modal ke barang jadi. Untuk mendapatkan modal-modal tersebut, para kapitalis harus mendapatkan bahan baku dan mesin dahulu, baru buruh sebagai operator mesin dan juga untuk mendapatkan nilai lebih dari bahan baku tersebut.
Kapitalisme cenderung akan memberikan dampak kerugian materi dan immateri bagi kemajuan bangsa, kerugian materi antara lain jelas dengan birokrat yang bermental korup, kapitalis, akan memanipulasi anggaran, mengkorupsi anggaran yang ada dengan berbagai cara dengan menutup semua akses keterbukaan publik. Menyuburkan paham penjilat dan ABS (Asal Bapak Senang) sehingga akan melemahkan ide, aspirasi, saran, masukan dan mematahkan kreatifitas berpikir dan bertindak serta mematikan quick response beserta problem solving yang ada karena sifat dari kaum kapitalis adalah egoistis feodal yang tidak membutuhkan masukan saran dari orang lain.
Progesifitas kemajuan menjadi sangat mustahil dan stagnant, karena praktis semua imajinasi, kreasi, kreatifitas dan pemikiran orang lain selalu salah dan tidak tepat sehingga akan memunculkan paham “Im The Best and always The Best, You..worst”. Mindset pemikiran yang sangat melemahkan dan mengingkari cita-cita kemajuan pembangunan Indonesia. Dampak dari mindset egoistis ini akan menyebabkan lambatnya suatu perubahan, lambatnya quick response dan tidak adanya progresifitas peningkatan kemajuan, menjadi stagnant, lemah, angkuh tetapi anehnya tidak mau berintrospeksi dan memperbaiki.
Pembuatan kebijakan menjadi timbang sebelah, tidak memihak kepentingan rakyat, semena-mena dan tidak peduli dengan segala kesusahan dan penderitaan rakyat. Cenderung mementingkan kepentingan pribadi dan kelompok dan mengesampingkan dampak penderitaan rakyat. Praktek kolusi dan korupsi menjadi sangat biasa bagi kalangan Kapitalis Birokrat, memanfaatkan semua kewenangan dan jabatanya hanya untuk menguntungkan sekelompok orang dan golongan dan sekaligus menyebabkan matinya rasa peduli dan empati terhadap keberlangsungan hidup rakyat.
KABIR akan menelurkan warisan dan tradisi yang merugikan, melanggengkan pungli, jual beli jabatan, makelar kasus, mafia proyek, suap menyuap, tradisi amplop, dan pemberian gratifikasi, hal ini dikarenakan untuk memulihkan modal dan menjadi kapal keruk untuk mengeruk semua keuntungan dari kekayaan negara sekaligus mengambil uang rakyat dengan berbagai cara dan upaya serta melindungi kroni untuk melestarikan tradisi dan kebiasaan korup. Oleh karenanya KABIR akan mempersulit kontrol dari rakyat terhadap kebijakan/pelaksanaan administrasi dan pengalokasian serta pendistribusian anggaran.
Pelayanan prima menjadi sebuah kiasan dan motto yang hanya terpajang tanpa diikuti oleh implementasi pelaksanaan di lapangan, prosedur pelayanan masyarakat yang lama dan birokrasi yang berbelit-belit, sehingga menyulitkan rakyat untuk mendapatkan akses pelayanan masyarakat. Pelayanan menjadi mahal dan tidak berkualitas, respon menjadi sangat lamban dan diskriminasi. KABIR akan memundurkan kemajuan yang selama ini dirintis oleh para pendiri negeri, oleh karena itu mari limitasi KABIR dengan cara mengasihi rakyat, sayangi rakyat, tumbuhkan empati dan peduli kepada rakyat tanpa melihat ras, agama, suku, kepercayaan, bahwasannya Indonesia bangsa yang merdeka karena bersatu padu dalam bingkai semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”.
Mari tumbuhkan kesadaran untuk lebih memahami keadaan rakyat, mengerti dan ikut merasakan penderitaan rakyat agar dapat meminimalisir korupsi, kolusi, tradisi pungli, gratifikasi, suap menyuap, dll. Jadikan Masyarakat kita menjadi masyarakat pembelajar (Learning Society) untuk mampu melawan tekanan, ancaman, berpikir demokratis, terbuka, kritis, welcome terhadap perubahan dan perbaikan, mempertahankan prinsip kebenaran dan kepedulian sosial, membentuk jejaring komunitas dan organisasi agar ilmu pengetahuan, pemikiran dan wawasan bertambah, menghilangkan mindset egoistis dan scarcity mentality atau mentalitas berkekurangan, sedih melihat orang sukses dan senang melihat orang gagal, yang sangat jelas akan menghambat kemajuan pembangunan di Indonesia. Indonesia akan sukses apabila birokrat-birokrat negeri mampu menghilangkan paham KABIR sehingga semua hajat hidup rakyat akan terlayani, tercukupi dan terlindungi dari ancaman dampak globalisasi yang semakin mencekam.
Tanpa KABIR INDONESIA JAYA, SEJAHTERA, MAKMUR DAN DAPAT MENCAPAI KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA!!
***
Penulis Patriawati Narendra, S.KM berprofesi sebagai pegawai Staf P3A&P2KB Kab. Tegal
Penulis Patriawati Narendra, S.KM berprofesi sebagai pegawai Staf P3A&P2KB Kab. Tegal