Jakarta, ZONASATU - Aturan
mengenai pelibatan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam Penanggulangan
Terorisme (Gultor) sesuai dengan Undang-undang No. 5 tahun 2018 tentang
Penanggulangan Terorisme yang diwujudkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) hingga
sekarang ini masih dibahas secara intensif di Kementerian Pertahanan.
Namun sebelum
Perpres tersebut disahkan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)
melalui Subdit
Hubungan Antar Lembaga Aparat Penegak Hukum pada Direktorat Penegakkan Hukum di Kedeputian II bidang Penindakan dan
Pembinaan Kemampuan kembali menggelar Pertemuan
Rutin Antar
Aparat Penegak Hukum dalam Penanganan Tindak
Pidana Terorisme
Untuk kedua
kalinya BNPT mengumpulkan perwakilan dari gabungan pasukan Anti Teror yang
selama ini dikenal dengan Komando Operasi Khusus Gabungan (Koopssusgab) TNI
yakni Satuan 81 Kopassus TNI-AD, Detasemen Jala Mangkara (Denjaka) TNI-AL dan
Satuan Bravo 90 Korpaskhas TNI-AU.
Pertemuan yang
digelar di bilangan, Jakarta Selatan, Selasa (21/5/2019) petang ini untuk
membahas terkait Bahaya Radikalisme di Tanah Air pasca digelarnya Pemilihan
Umum (Pemilu) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) pada 17 April 2019 lalu sekaligus
memperkuat sinergitas dalam penanggulangan terorisme,.
“Ini untuk kedua
kalinya kami mengundang gabungan dari pasukan khusus TNI yang dalam hal ini
dari unit Anti Teror dari masing-masing pasukan khusus TNI. Karena Subdit Hubungan
antar Aparat Lembaga Penegak Hukum salah satu tugasnya adalah mengkoordinasi
dari mulai tingkat penyidikan, penuntutan, persidangan dan pada saatnya eksekusi
narapidana kasus terorisme. Tetapi ada tugas fungsi yang lainnya yaitu menjamin
koordinasi dengan instansi yang lainnya. Salah satunya adalah dengan
berkoordinasi dengan TNI muapun Polri,” ujar Kasubdit Hubungan Antar
Lembaga Aparat Penegak Hukum BNPT, Kombes
Pol. Hando Wibowo, S.Ik. di sela-sela acara tersebut.
Lebih lanjut
mantan Kapolresta Probolinggo ini menjelaskan sesuai dengan UU No. 5 tahun 2018
tersebut telah mengamanatkan bahwa penanggulangan terorisme itu ada perbantuan dari
TNI yang mana pteknis pelibatannya diatur melalui Peraturan Presiden (Perpres).
“Sebelum Perpres
itu disahkan, tentunya sekarang kita
mengawali dengan dengan melakukan pertemuan seperti ini, saling bersilaturahmi,
kemudian saling berkoordinasi, terbina hubungan batin yang baik, sehingga nantinya
kalau perangkatnya (Perpres) sudah ada, kita (BNPT dan TNI) sudah tinggal jalan saja,” ujar Kombes Pol
Hando Wibowo.
Hal tersebut
menurutnya akan berbeda kalau BNPT dan TNI ini tidak saling mengenal yang lalu
kemudian BNPT tiba-tiba minta bantuan operasi kepada TNI dalam rangka
penanggulangan terorisme, yang mana tentunya akan ada rasa Ewuh Pakewuh atau
Sungkan atau Tidak enak.
“Tetapi kalau kita
sudah saling kenal kemudian kita saling berkoordinasi, saling tegur sapa antar
teman-teman dari TNI baik dari Angkatan Darat, Laut dan Udara dengan kita
(BNPT) agar tercipta hubungan batin yang baik. Hingga pada saatnya nanti dalam
implementasi peraturan peraturan perundang tersebut dapat berjalan menjadi
lebih baik,” ucap alumni Akpol tahun 1996 ini.
Selain itu
menurutnya, dalam pertemuan tersebut pihaknya sengaja menghadirkan mantan
terpidana kasus terorisme, Sofyan Tsauri yang juga merupakan mantan anggota
Polri sebagai narasumber utama dalam
pertemuan tersebut. Hal ini dimaksudkan agar
para peserta yang hadir dapat mengetahui
bahwa sejatinya bahwa pendekatan kekerasan (Hard Power Approach) itu tidak
menjamin dalam rangka penanggulangan terorisme. Tetapi ada sisi-sisi pendekatan
dengan cara lunak (Soft Power Approach).
“Soft Power Approach
ini dapat kita tahu dari pengakuan atau testimoni dari mantan narapidana tindak
pidana terorisme itu. Karena sesungguhnya para pelaku teror itu butuh sentuhan-sentuhan
secara halus dalam rangka untuk penanggulangan terorisme,” ujar mantan Kapolres
Probolinggo Kota ini.
Menurutnya, dengan
menghadirkan Sofyan Tsauri ini maka dia akan bercerita kepada para semua
audience yang hadir agar nantinya bisa mengetahui dari sisi-sisi mana kita bisa
masuk dan sisi sisi mana yang kemudian harus ditanggulangi. “Sehingga kedepan penanggulangan
terorisme itu menjadi lebih efektif. Tidak hanya mengedepankan dengan cara hard
power, tetapi juga melalui upaya pencegahan dengan cara soft power,” tutur
mantan Kasubdit
Lembaga Negara Direktorat Pengamanan Objek Vital Polda Metro Jaya
ini.
Di akhir
penjelasannya, mantan Kasat Narkoba Polres Metro Jakarta Selatan menyampaikan
bahwa pertemuan seperti ini akan digelar secara rutin setiap tiga bulan sekali,
dengan instansi terkait seperti TNI Polri dengan maksud kita saling bertukar
informasi intelijen, mengenai jaringan informasi yang mereka dapatkan dari
masing-masing satuannya.
“Sehingga kita bisa
saling sharing informasi mengenai perkembangan informasi intelijen jaringan
teroris yang ada di tanah air khususnya yang mana wilayahnya Polri dan mana
yang wilayahnya TNI dan mana yang kemudian harus kita tanggulangi bersama-sama.
Sehingga ke depan kita dapat menanggulangi terorisme secara komprehensif dengan
pelibatan satuan-satuan yang lain,” ujar mantan Kapolsek Metro Kebayoran Baru
ini mengakhiri.
Para pejabat
BNPT yang turut hadir dalam pertenuan tersebut yakni Kasubdit Pelatihan, Kombes
Pol Suprianto, Kasubdit Penggunaan Kekuatan Kolonel Mar. Edy Cahyanto, Kasi
Pelaksanaan Pelatihan Letkol inf. Luki Triandono dan Kasi Perencanaan Latihan
Letkol Sus. Teguh Tri Wibowo.
Sementara dari
masing-masing pasukan khusus TNI yang hadir masing-masing dipimpin oleh
Komandan Satuan Bravo 90/Anti Teror Korpaskhas, Kolonel Pas. Nana Setiawan,
dari Denjaka dipimpin oleh Mayor Mar. Aris Moko selaku Kasi Operasi dan dari
Satuan 81 Kopassus dipimpin oleh Mayor Inf. Daniel Cahyo Purnomo yang
sehari-hari menjabat sebagai Komandan Detasemen (Danden) 1 Batalyon 812.
Editor | : Adri Irianto |
Foto | : |
Sumber | : Damailah Indonesiaku |
No comments:
Post a Comment