Jakarta, ZONASATU - Semangat berhaji
masyarakat muslim dari tahun ke tahun semakin tinggi baik
di seluruh dunia maupun Indonesia. Itu terlihat dari meningkatnya daftar tunggu
jamaah haji Indonesia setiap tahunnya. Menunaikan rukun Islam ke lima ini adalah menyempurnakan ibadah lainnya semata
karena Allah SWT.
Pendiri dan Pengasuh
Pondok Pesantren Entrepreneur Kyai Demak Purwakarta, Prof. Dr. KH. Ahmad Syafii
Mufid, MA, mengatakan bahwa ibadah haji itu puncak dari pelaksanaan rukun Islam
mulai Syahadad, Shalat, Puasa, Zakat dam Haji. Hal tersebut dikarenakan ibadah
haji itu memiliki Lex Specialisnya yakni kalimat Manistata’a ilaihi Sabila yang
artinya Bagi Mereka yang Mampu (Istithaah)
untuk menempuh jalan pemberangkatan haji.
“Disitulah mulai
diwajibkannya umat Islam untuk ber Haji.
Karena kata Istithaah dimaknai sebagai kemampuan melaksanakan ibadah
haji secara fisik, mental dan perbekalan. Istithaah dimaknai sebagai kemampuan untuk
bisa sampai ke tempat tujuan yaitu tanah suci dalam perjalanannya. Selain itu Istithaah
itu juga bermakna kemampuan orang untuk melaksanakan ibadah haji karena
badannya sehat dan kuat. Kalau tidak memiliki kemampuan itu tidaklah untuk
wajib haji.,” ujar Prof. Dr. KH. Ahmad Syafii Mufid, MA, di Jakarta, Jumat
(2/8/2019)..
Dijelaskannya, secara
Khattiyah. untuk melakukan ibadah Haji tentunya diperlukan sebuah usaha yang
sungguh-sungguh untuk bisa menjalankan ibadah haji itu. Karena secara
Ma’nawiyah sendiri orang yang memiliki uang banyak belum tentu dia itu rela mengeluarkan
uang untuk berangkat haji. Bahkan orang yang sehat pun belum tentu dia mau
meluangkan waktunya untuk beribadah haji karena sayang waktunya kalau nggak
digunakan untuk bisnis dan seterusnya.
“Maka dari itu usaha
yang sungguh-sungguh yang semacam itu bisa kita masukkan dalam kategori jihad
untuk melawan hawa nafsu sejak berniat menggunakan pakaian ikhram. Secara
singkat ibadah haji itu memiliki makna jihad bagi para pelakunya Yang mana dia berangkat
menunaikan ibadah haji itu berjihad untuk melawan hawa nafsunya yang mana mau
mengeluarkan uangnya, mau menggunakan waktunya untuk ibadah haji. Nah itu jihad,”
ucap Ketua Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) Provinsi DKI Jakarta ini.
Selain itu
menurutnya, dalam budaya masyarakat nusantara juga melahirkan berbagai macam
upacara, salah satu upacara yang paling populer adalah Walimatul Hajj atau Walimatul
Safar untuk menghormati orang yang mau berangkat haji. Yang mana salah satu
dari ceremony- nya adalah dibacakan
adzan dan iqomat sebagaimana orang melepas jenazah.
“Hal ini karena kita
semua tidak ada yang tahu apakah calon-calon haji ini bisa kembali lagi ke
tanah air atau ke keluarganya dalam keadaan sehat walafiat selamat atau tidak.
Tentunya haji itu adalah sebuah perjuangan yang luar biasa dan itulah
seringkali warga masyarakat kita memaknai haji ini sebagi jihad yang luar biasa,”
kata Direktur Indonesia Institute for Society Empowerment (INSEP) ini.
Tak hanya itu, Kyai
Mufid juga mengatakan bahwa ibadah haji juga bisa dikatakan sebagai momentum
untuk membangun perdamaian antar sesama umat. Karena syariat Islam juga
mengajarkan hal-hal yang sangat humanitis, manusiawi dalam membangun persatuan
dan kesatuan. Hal ini dimulai dari sholat Berjamaah yang dilakukan di masjid
kecil atau mushala untuk membangun ke-jamaahan pada tingkat kampung atau RT/RW
yang bersifat lockal yang dilakukan setiap lima waktu.
“Kemudian dalam
seminggu sekali kita diwajibkan dalam sebuah desa atau dalam sebuah pemukiman
untuk datang bersama-sama n seluruh warga di kampung atau di lingkungan
tertentu itu dalam satu event yang disebut dengan melaksanakan sholat Jumat
berjamaah,” ujar Peneliti Senior Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehidupan
Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat, Kementerian Agama ini
Kemudian lebih
besar lagi menurutnya ketika perayaan hari raya Idul Adha dan Idul Fitri dimana
orang-orang berkumpul untuk melaksanakan salat yang lebih luas lagi tidak hanya
dalam satu masjid, tetapi dari banyak masjid yang kemudian bergabung menjadi
satu untuk melaksanakan sholat Ied di Masjid
Besar, Masjid Agung atau Mesjid Raya bahkan di Indonesia ada masjid nasional seperti
di Masjid Istiqlal.
“Lalu untuk
seumur hidup orang datang dari berbagai macam penjuru dunia termasuk dari Timur
Tengah sendiri dari berbagai macam etnis dan ras serta berbagai macam Madhab ke
suatu tempat yang tidak berjauhan yaitu
di sekitar Mekkah yaitu Arafah, Mina, Masjidil Haram plu sziarah ke makam Nabi Muhammad SAW di Madinah. Itulah Persatuan Islam yang terjadi yaitu
ibadah haji dan itulah yang disebut Muktamar Muslimin dari seluruh dunia dalam rangka membangun kebersamaan,” ucap yang dibangun,” ungkap pria yang sering
menjadi anggota delegasi RI dalam pertemuan Kontra Terorisme di Luar Negeri ini
Dikatakan pria
kelahiran Demak, 4 Juli 1950 ini, karena ibadah haji coraknya physical maka
yang harus disiapkan adalah fisik. Tetapi
kalau hanya fisik saja tentunya haji itu juga tidak bermakna. Bagi umat
muslim yang yang menunaikan ibadah haji tentunya juga harus merenungkan bahwa
peristiwa apa yang ada saat menunaikan haji itu.
Yang mana di
padang Arafah itu ada kisah Adam dan Hawa. Lalu di padang Mahsyar juga harus
direnungkan oleh umat manusia sekarang, bahwa sekarang ini bisa selamat,
berbuat dosa, berbuat maksiat dan akan sengsara nanti ketika di padang Arafah
itu. Lalu ada peristiwa melempar Jumroh di Mina, sampai pada ziarah ke makam
Nabi Muhammad SAW yang mana didunia sangat sederhana, mulia sehingga dihormati
dan dihargai oleh semua kalangan.
“Kalau yang
demikian itu bisa direnungkan, maka nilai-nilai kemanusiaan yang luhur, adil
dan beradab bisa dihayati, maka tentu saja tidak mudah terbujuk oleh pikiran
ataupun kegiatan radikalisme setan yang mau melawan Tauhid atau melawan
perintah Allah SWT. Nah itu yang mesti harus kita pahami, renungkan dan perlu
dipersiapkan oleh semua yang melakukan ibadah haji,” kat pria yang juga juga
anggota tim Ahli dalam Penanganan Reedukasi Narapidana Terorisme ini.
Untuk itulah
dirinya berharap kepada semua umat muslim yang telah menunaikan ibadah haji
untuk selalu menjaga keharmonisan, perdamaian dan persatuan antar umat manusia
bangsa ini. Karena dirinya merujuk
kepada pernyataan seorang wartawan senior yaitu almarhum Rosihan Anwar yang menulis bahwa para Perintis Kemerdekaan,
para pejuang dan yang mempertahankan Kemerdekaan Republik Indonesia itu adalah
para Haji, seperti Soekarno, Hatta, Oemar Said Tjokroaminoto, Ahmad Dahlan,
Hasyim Ashari dan para penerusnya yang semuanya adalah para Haji.
“Mereka para haji ini secara ikhlas membangun
bangsa dan juga membangun peradaban rakyat secara terus menerus termasuk
mengajarkan Islam di kampung-kampung. Ini yang kadang tidak mengerti dan tidak
dipahami oleh sebagian dari kita bahwa negara ini bisa merdeka adalah salah
satu sumbangan yang terbesar dari para Haji tersebut yang tertulis dengan baik
dalam sejarah Republik Indonesia,” ujar
peraih Doktoral dari International Institute for Asian Studies (IIAS),
Universitas Leiden, Belanda ini mengakhiri.
Editor | : Adri Irianto |
Foto | : - |
Sumber | : - |
No comments:
Post a Comment