![]() |
Pimpinan dan Tokoh agama di Provinsi Papua menyatakan satu sikap untuk perdamaian antar umat di Papua
|
Papua (Zonasatu.co.id) - Presidium Perhimpunan
Indonesia Timur (PPIT) menyayangkan insiden berbau SARA di Kabupaten Tolikara,
Papua dan berpendapat pelaku dan dalang kerusuhan itu layak dikategorikan
sebagai teroris.
"Kami berharap polisi menemukan aktor di balik
peristiwa itu berikut jaringannya dan mengkategorikan mereka sebagai kelompok
teroris," ujar Ketua Umum PPIT Laode Ida melalui siaran persnya, Minggu
(19/7/2015).
Jika pelakunya tertangkap, lanjut Laode, proses hukum
terhadap mereka harus diperlakukan layaknya seorang terduga teroris yang
menjalani proses hukum. Salah satunya, memeriksa intensif pelaku selama tujuh
berturut-turut. Lenih lanjut, Laode yakin provokator insiden itu justru berasal
dari luar Papua.
"Kekerasan kepada kelompok agama bukan karakter
orang Papua. Orang Papua tidak seperti itu. Mereka toleran dan menghormati
kebebasan beragama orang lain. Kami duga kuat ada kelompok yang datang dari
luar Papua lalu melakukan propaganda provokasi," lanjut dia.
Provokasi tersebut, menurut Laode, bertujuan untuk mewujudkan
Papua tetap menjadi kawasan tak aman dan bergejolak. Jika demikian,
pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla akan terbebani secara moral dan politik
baik di dalam maupun luar negeri.
Selain menghukum pelaku sekaligus dalang insiden, Laode
meminta pemerintah mulai membentuk forum antarumat beragama di Papua untuk
menjaga komunikasi umat beragama di provinsi tersebut.
"Selain itu kita mau pemerintah mengadakan
rekonsiliasi warga di wilayah penyerangan itu. Tujuannya supaya persoalan ini
selesai dan tak terulang," ujar dia.
Seperti telah diberitakan sebelumnya, sekelompok orang
yang diduga berasal dari umat Gereja Injili di Indonesia (GIDI) mendatangi
Mushala Baitul Mustaqin di Tolikara, Papua, saat umat Islam menggelar shalat
Idul Fitri, Jumat (17/7/2015) pagi.
Sekelompok orang ini melakukan protes lantaran pengeras
suara yang digunakan dalam shalat Idul Fitri itu mengganggu acara yang juga
tengah digelar umat GIDI. Menurut Ketua Persekutuan Gereja dan Lembaga Injil di
Indonesia (PGLII) Roni Mandang, kedatangan umat GIDI ke umat Islam dengan cara
baik-baik.
Tapi, tembakan aparat ke arah umat GIDI membuat situasi
menjadi kacau. Situasi semakin kacau begitu diketahui satu orang meninggal
dunia akibat rentetan tembakan itu. Akibatnya, warga kemudian membakar kios di
sekitar lokasi. Namun, api merembet ke mushala yang dijadikan tempat shalat
Idul Fitri.
Kabagpenum Divisi Humas Polri Kombes Suharsono
menegaskan, tembakan ke arah umat GIDI dilakukan karena mereka tak mengindahkan
imbauan petugas untuk pergi dari sekitar mushala. Meski polisi telah mencoba
menghalau massa yang mengeluarkan pernyataan provokatif, warga yang marah tidak
mengindahkan permintaan polisi.
Pukul 07.05 WIT massa mulai melempari mushala dengan
menggunakan batu. Pada pukul 07.10 WIT massa merusak lalu membakar kios dan
mesjid. Setelah tembakan peringatan tak diindahkan, barulah polisi melepaskan
tembakan ke arah tahan. Di tengah kekacauan ini diketahuu seorang remaja
meninggal dunia akibat terkena tembakan. Sementara 11 orang lain mengalami luka-luka,
sebagian besar di antaranya mengalami luka tembak. (Kompas)


