
Umar
Patek pun merasa bangga setelah mengajukan diri dan kembali dipercaya oleh
pihak Lapas menjadi petugas pengibar bendera dalam upacara. Karena ini adalah
untuk keempat kalinya Umar Patek menempati posisi sebagai pembawa bendera Merah
Putih di tim pengebar bendera dalam upacara.
“Saya
tidak ditunjuk, tapi mengajukan diri. Dan Alhamdulillah saya bersyukur untuk
tetap dipercaya kembali menjadi pembawa bendera. Dan ini sudah keempat kalinya
bagi saya menjadi pengibar bendera. Pertama kali saat Hari Kebangkitan Nasional
tahun 2015, lalu tiga kali berturut-turut di HUT RI tahun 2015, 2016 dan sekarang di HUT RI
tahun 2017 ini,” ujar Umar Patek usai upacara di Lapas Porong, Kamis
(17/8/2017).
Dia
mengaku berlatih selama sekitar satu minggu dan mendapatkan pendampingan dari
seorang mantan prajurit Intai Amfibi (Taifib) Marinir TNI-AL, Suud Rusli yang kini menjadi terpidana mati dalam kasus
Pembunuhan Bos PT Asaba yaitu, Boedyharto Angsono dan pengawalnya, Edy Siyep,
pada 2003. “Selama ini mas Suud yang melatih. Persiapanya cuma seminggu sebelum
upacara perayaan kemerdekaan ini,” ujarmya.
Pria
yang pernah memperoleh pendidikan dari Akademi Militer Mujahidin Afghanistan ini
berharap kepada kita semua sebagai warga negara Indonesia untuk dapat terus
menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan merawat kebhinekaannya
juga.

Terkait
dengan prinsip pendirian khilafah yang sudah berseberangan dengan ideologi
bangsa Indonesia, menurutnya hal itu tidak perlu diperjuangkan. Masyarakat
diminta untuk lebih merawat persatuan bangsa Indonesia.
“Menurut saya hal seperti itu tidak perlu
(Khilafah). Yang perlu sekarang adalah rawat saja negeri kita ini dari segala
macam gangguan sistem yang lain-lainnya yang bertentangan dengan ideologi
bangsa. Artinya kita jaga yang sudah ada ini dan kita pertahankan,” ujar pria
yang pernah menjadi komandan pelatihan Jamaah Islamiyah di Mindanao, Filipina
ini.
Pria
yang sebelum tertangkap aparat keamanan Pakistan pernah dihargai sebesar 1 juta
US$ oleh Amerika ini berharap kepada para pelaku aksi teror lainnya untuk mau
kembali kepada pangkuan ibu pertiwi dan meninggalkan jalan teror di negeri ini.

Dirinya
berpesan bahwa sebagai warga bangsa harus bisa menunjukkan bahwa sebagai warga
negara Indonesia bahwa kita harus mencinta dan menjaga tanah air Indonesia
dimana kita dilahirkan dan dibesarkan.
“Kita
tunjukkan rasa cinta kita, rasa bakti kita kepada negeri ini. Artinya kita
jangan banyak menuntut kepada negara, tapi berfikirlah kita bagaimana apa yang
bisa kita berikan kepada negara,” ujar pria kelahiran Pekalongan pada tahun
1967 ini.
Seperti
diketahui, Umar divonis pidana 20 tahun oleh Pengadilan Negeri Jakarta Barat
pada 21 Juni 2012 atas kasus Bom Bali I tahun 2002. Ia juga terlibat dalam bom
malam Natal pada 2000. Umar Patek dijerat pasal berlapis. Di antaranya Pasal 15
juncto Pasal 9 Perppu No 1/2002 yang telah diubah menjadi UU No 15/ 2003
tentang Tindak Pidana Terorisme, Pasal 340 juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP tentang
Pembunuhan Berencana, serta Pasal 266 ayat 1 j.
Upacara
tersebut juga diikuti tiga narapidana kasus teror di Ambon yakni Ismail Yamsehu, Asep Jaya dan
Samsudin alias Fathur
Beberapa staf dari Direktoran Pencegahan dan Direktorat Deradikalisasi Badan
Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) turut serta hadir dalam upacara
tersebut. Sebelumnya pada Selasa (15/8/2017) lalu Kepala BNPT, Komjen Pol. Drs.
Suhardi Alius, MH, mengunjungi para napi terorisme di Lapas Porong
tersebut. (Adri Irianto)
No comments:
Post a Comment