Jakarta/ZONASATU - Para kandidat calon presiden dan calon
wakil presiden (Capres-cawapres) sendiri telah memulai pertandimgan dengan melakukan
debat dengan menebar visi, misi, janji dan harapan kepada masyarakat. Namun debat tersebut tidak hanya dilakukan
para kandidat. Para pendukung dari dua kandidat
pun juga telah ikut berdebat baik di ruang sosial maupun di dunia maya.
Namun
yang perlu diperhatikan bagi para pendukung kedua calon untuk dapat mengedepankan etika, adab dan kesantunan dalam
berdebat. Hal ini agar masyarakat di didik untuk tidak mudah menyebar ujaran
kebencian antar satu dengan lainnya. Hal tersebut dikarenakan dari kebencian tersebut dapat mengakibatkan tindakan
kekerasan.
Untuk itu Guru Besar Hukum Internasional
dari Universitas Indonesia (UI), Prof. Hikmahanto Juwana, SH, LL.M, Ph.D memimnta
masyarakat para
pendukung para calon kontestan poltik ini untuk bisa menahan diri agar tidak mudah terpengaruh
dengan debat yang mengandung unsur ujaran kebencian di dunia maya.
“Ditengah
debat calon kandidat yang semakin memanas, sudah seharusnya masyarakat para
pendukung para kandidat ini harusnya secara rasional dalam mendapatkan informasi
apapun dari dunia maya ataupun di dunia nyata untuk dapat menahan diri jika
menemukan adanya ujaran kebencian yang dilakukan pendukung para kandidat yang
juga ikut berdebat melakukan berdebatan,” ujar Hikmahanto Juwana di Jakarta,
Selasa (22/1/2019).
Lebih
lanjut Hikmahanto mengatakan, masyarakat dan para pendukung para kandidat ini
harus dapat berpikir secara rasional dalam memahami proses politik, yaitu
proses 5 tahunan dalam perdebatan untuk memilih calon pemimpin bangsa ini. Tentunya
sangat salah apabila memaknai debat tersebut seolah-olah ingin menyatakan diri
benar atau paslon kandidatnya adalah yang paling benar.
“Rasional
bahwa semua komponen masyarakat harus memastikan bahwa NKRI ini tetap tegak dan
terawat dan bukan sebaliknya. Rasional dalam bertindak karena masyarakat yang
berbeda pandangan pada akhirnya adalah saudara dan teman sendiri. Jangan sampai
berdebat sampai pada titik ingin menghancurkan NKRI,” kata mantan Dekan
Fakultas Hukum UI.
Pria kelahiran Jakarta, 23 November 1965
ini meminta kepada dan
para pendukung untuk dapat mengedepankan etika dan kesantunan dalam melakukan
debat. Hal ini untuk menjaga persatuan agar tidak menimbulkan perpecahan di
masyarakat. Etika yang harus dikedepankan adalah jangan pernah merasa ingin
menghancurkan bahkan meluluh-lantakkan lawan debat.
“Bahkan
bila lawan tidak bisa diyakinkan akan memutus hubungan silaturahmi bahkan
menggunakan kekerasan. Jelas ini tidak dewasa. Justru sebaliknya, bagaimana
meyakinkan lawan dengan berempati. Artinya, seandainya saya di pihak lawan
bagaimana saya bisa memahami berbagai argumentasi yang disampaikan. Apakah
masuk akal atau tidak. Ini yang harus bisa dipahami dan diperhatikan oleh kita semua,” tuturnya.
Pria peraih British
Achieving Award dari Pemerintah Inggris ini mengatakan, jika ujaran kebencian ini terus dibiarkan berkembang dalam melakukan perdebatan
politik tersebut tentunya akan berdampak pada menyuburkan perpecahan dan
keberagaman di masyarakat yang ada di negeri ini. “Padahal para founding
fathers kita ini telah bertekad untuk mendirikan bangsa Indonesia yang
didasarkan pada keberagaman,” ujar pria yang juga anggota Kelompok
Ahli BNPT bidang Hukum ini.
Dirinya
pun meminta pemerintah melalui aparat penegak hukum serta penyelenggara
pemilihan umum ini untuk mengambil tindakan tegas kepada dua pihak yang sedang
berkompetisi beserta para pendukungnya apabila masih saja menunjukkan debat
yang mengandung unsur ujaran kebencian
“Jangan
pernah pemerintah dan aparat penegak hukum mentolerir ujaran kebencian dalam
debat karena resikonya sangat besar yaitu perpecahan di masyarakat. Apalagi
bila masyarakat tersebut dalam melakukan debat juga sudah menggunakan ancaman
kekerasan, ini akan semakin tidak baik bagi keutuhan bangsa ini,” ujar peraih
gelar Doktor dari University of -Nottingham, Inggris ini .
Untuk
itu Hikmahanto berpesan dan menghimbau kepada masyarakat luas untuk dapat
melakukan debat secara santun, etika dan beradab dan menerima segala perbedaan.
Masyarkat jangan terjebak bahwa apa yang menjadi pandangannya selama ini harus dipaksakan
pada pihak lain. Karena proses politik itu
sendiri adalah suatu keniscayaan dalam suatu negara yang demokratis
“Oleh
karenanya jangan sampai proses politik memecah kita sebagai bangsa. Para
politisi sekalipun yang mempunyai perbedaan pandangan bisa bergaul kembali dan
mengukuhkan persaudaraan saat tidak lagi digelanggang politik. Mengapa justru
masyarakat harus membabi buta mempertahankan pandangan sehingga bermusuhan satu
sama lain? Jadikan perbedaan dan keberagaman yang kita miliki ini menjadi penguat bagi
satu dengan yang lain,” ujar putra mantan diplomat ini mengakhiri.
***
Penulis : Adri Irianto
Sumber : -
Penulis : Adri Irianto
Sumber : -



No comments:
Post a Comment