Jakarta
(Zonasatu.co.id) - Setara
Institute menilai permohonan yang diajukan Kapolri Jenderal Badrodin Haiti
tentang pelibatan Brimob dalam pelatihan oleh Kopassus menunjukkan paradigma
Polri belum berubah.
"Kopassus
didesain untuk berperang sedangkan Brimob didesain untuk pengamanan. Beda
cetakan ini juga menunjukkan secara tegas bahwa Polri bertugas menyelenggarakan
keamanan dan TNI menjalankan tugas pertahanan," kata Ketua Badan Pengurus
Setara Institute Hendardi, dalam keterangan tertulis, Senin.
Menurut Hendardi,
Polri tampak tidak percaya diri dengan sistem pengembangan sumber daya manusia
yang dimiliki.
"Jika pola
ini tidak berubah maka harapan menjadikan Polri sebagai polisi sipil akan
semakin jauh. Reformasi Polri selama ini baru menyentuh aspek kelembagaan saja.
Sedangkan reformasi pada tataran konseptual, cara pikir, dan kinerja masih sama
dengan masa lalu," ujarnya.
Oleh sebab itu, ia
pun menganjurkan agar Danjen Kopassus harus menolak permohonan Kapolri
tersebut, agar prinsip-prinsip penyelanggaraan negara tetap sesuai dengan
ketentuan yang sudah digariskan oleh Konstitusi dan perundang-undangan.
"Saya setuju
dengan Kapuspen TNI Fuad Basya yang melalui media sudah menyatakan
penolakannya," kata Hendardi.
Kapolri Jenderal
Badrodin Haiti mengirim surat kepada Panglima TNI dengan tembusan KSAD, Irwasum
Polri dan jajaran petinggi Polri bernomor B/3303/VII/2015 tertanggal 15 Juli
2015 perihal permohonan mengikutsertakan personel Korps Brimob Polri dalam Diklat
Raider TNI AD.
Dalam surat itu,
Kapolri meminta agar program latihan dan pendidikan raider dilakukan tahun
anggaran 2015 dan 2016.
Brimob Minta
Dilatih oleh Kopassus, TNI : Nggak Boleh, Raider Untuk Perang
Kapolri Jenderal
Badrodin Haiti mengirimkan surat kepada Panglima TNI terkait permintaan
pelatihan Raider untuk Brimob oleh Kopassus. Menurut Kapuspen TNI Mayjen Fuad
Basya, permintaan tersebut tidak bisa dikabulkan.
"Nggak boleh
dong, Raider itu kan untuk menghadapi perang konvensional. Kalau Brimob itu
untuk menghadapi kerusuhan-kerusuhan massa," ungkap Fuad saat dihubungi,
Minggu (26/7/2015).
Fuad mengakui
surat permintaan dari Kapolri tersebut memang ada. Meski belum dibahas lebih
lanjut, menurutnya permintaan itu juga tidak akan dikabulkan oleh Panglima TNI
Jenderal Gatot Nurmantyo.
"Permintaan
benar ada, kaget juga kita. Tapi doktrinnya berbeda, nggak boleh. Jadi nggak
memungkinkan. Kalau Brimob dilatih Raider bisa disalahkan masyarakat kita.
Panglima juga nggak akan setuju," jelas Fuad.
"Raider kan
untuk tentara, bukan tentara biasa lagi. Infanteri biasa juga nggak latihan
raider. Masa Brimob dilatih Raider. Raider itu satu tingkat komando,"
sambungnya.
Sebelumnya beredar
surat permintaan Kapolri tertanggal 15 Juli 2015 dengan Nomor B/3303/VII/2015.
Dalam surat yang ditandatangani Badrodin itu, dijelaskan permintaan agar Brimob
diikutsertakan dalam pelatihan dan pendidikan Raider tahun ajaran 2016 di
Pusdiklat Kopassus, Batujajar, Bandung.
Untuk diketahui,
Raider merupakan satuan elit infanteri TNI yang memperoleh pendidikan dan
pelatihan untuk perang modern, anti-gerilya, dan perang berlarut. Raider
merupakan prajurit kekuatan penindak di mana satu batalyon Raider setara tiga
kali lipat kekuatan satu batalyon infanteri biasa di TNI Angkatan Darat.
Latihan untuk menjadi anggota Raider dilakukan selama 6 bulan. (SRK/Antara)