“Menurut mereka (teroris) tapi itu syahid yang
dibuat-buat. Itu terjadi karena teroris itu menga. Dia sudah membunuh banyak
orang, tentara dibunuh, orang islam dibunuh, dan banyak lagi masyarakat yang
tidak salah dibunuh. Apakah itu syahid?” kata Buya Syafii Maarif dalam Dialog
Pencegahan Paham Radikal Terorisme dan ISIS Bersama Muhammadiyah di Yogyakarta,
kemarin.
Buya Syafii Maarif menilai teologi sesat jelas-jelas
telah menyelewengkan nilai-nilai islam rahmatan lil alamin atau islam yang
membawa rahmat bagi alam semesta. Disiniah peran tokoh agama dibutuhkan untuk
dalam pencegahan terorisme di Indonesia. Tapi ia juga mengingatkan bahwa
pemilihan tokoh agama juga harus selektif karena ada yang mengaku tokoh agama
tapi sekaligus bapak teror.
Menurutnya, tokoh agama yang benar adalah yang menjadikan
konsep atau filosofi rahmatan lil alamin sebagai acuan dalam memberi pemahaman
dan pembelajaran pada umat. “Kalau ajarannya melakukan tindakan kekerasan, itu
sudah berkhianat dengan konsep rahmatan lil alamin. Dan itu sama saja mereka
menggunakan teologi maut. Tokoh agama yang benar mengembangkan teologi yang
membela kehidupan,” jelas Buya Syafii.
Seperti diketahui Satuan Tugas Operasi Tinombala gabungan
TNI dan Kepolisian RI berhasil melumpuhkan Komandan Mujahidin Indonesia Timur
(MIT) Santoso alias Abu Wardah. Santoso tewas dalam baku tembak dengan Satgas
Tinombala, dalam hal ini tim Alfa 29 Batalion 515 Jember, di Pegunungan Biru,
Desa Tambarana, Poso Pesisir Utara, Poso, Sulawesi Tengah, Senin (18/7/2016) pekan
lalu.
Selain itu, Buya Syafii Maarif juga menepis anggapan
bahwa diperpanjangnya operasi penumpasan teroris atau sebut sebut saja Operasi
Tinombala adalah rekayasa aparat Kepolisian karena ada bantuan dana dari luar
negeri. Ia menegaskan itu tidak benar. Karena itu, perlu ada dialog terus
menerus dalam hal ini BNPT dan Densus 88 kepada masyarakat luas, tokoh
masyarakat, apakah itu kiai atau para guru sehingga kita tidak menimbulkan
salah terus menerus yang menghabiskan energi.
Sementara tokoh masyarakat Poso yang juga Dosen Fisip
Universitas Tadulako, Palu, Sulawesi Tengah, Dr. Muzakir Tawil, MSi,
mengungkapkan dalam konteks berbangsa dan bernegara, perjuangan yang mengarah
ke jihad sebenarnya bisa tersalur dalam wadah-wadah dan mekanisme yang ada.
Indonesia tidak mengenal perjuangan yang mengatasnamakan jihad diluar yang
sudah ditetapkan islam.
“Jalan atau perjuangan yang ditempuh oleh Santoso adalah
jalan yang harus dikaji. Langkah yang dijalani Santoso itu perlu diperbaiki
karena melawan negara itu jelas salah. Memang sulit memperbaikinya dan itu
memerlukan pendekatan multidisiplin dan memakan waktu yang lama,” kata Muzakir.
Menurut Muzakir, masalah penyelesaian masalah Poso perlu
waktu lama karena persoalannya tidak melulu ideologi, tapi juga sosial,
ekonomi, politik, dan rasa kecewa. Pemerintah memerlukan pendekatan yang multi
dimensi untuk menyelesaikan persoalan Poso dan melibatkan berbagai stakeholder.
Selain itu, juga diperlukan pemahaman dari masyarakat. (Noor Irawan Ranoe)



No comments:
Post a Comment