![]() |
| Komando Pasukan Khusus (Sbr : OkeZone) |
Komando Pasukan
Khusus (Kopassus) sebagai pasukan elit TNI terus melakukan pembenahan internal.
Salah satunya adalah merubah paradigma lawan menjadi kawan.
Perubahan cara
pandang Kopassus itu, dinilai oleh sejumlah aktivis kemanusiaan dan Hak Asasi
Manusia (HAM) sebagai sesuatu yang positif sekaligus implementasi dari program
reformasi TNI.
Ketua Badan
Pengurus Setara Institute Hendardi mengapresiasi langkah Kopassus yang mengubah
paradigmanya menjadi 3 S yakni, Senyum, Sapa, Salam. Paradigma ini akan mendekatkan
Kopassus dengan rakyat.
"Saya
memberikan apresiasi yang khusus kepada Kopassus, setidaknya dalam beberapa
tahun belakangan ini terutama dimasa kepemimpinan Danjen Pak Agus Sutomo dan
Pak Doni Monardo yang telah melakukan perubahan signifikan dan berani,"
ujarnya di Kompleks Gelora Bung Karno (GBK) Jakarta, Rabu 22 April kemarin.
Perubahan
tersebut, kata Hendardi, menunjukkan ada kemauan dari Kopassus untuk melakukan
reformasi. Apalagi, pada peringatan HUT ke 63 Kopassus ini, sejumlah
lawan-lawan politik Kopassus di masa lalu diundang. Artinya Kopassus membuka
diri. Sebab, dengan komunikasi siapapun bisa lebih mengenal.
"Kopassus
membuka diri dengan mengundang banyak pihak yakni, lawan-lawan politiknya.
Meskipun tidak memaksa orang yang berbeda pandangan politiknya untuk sama,
tetapi itu merupakan langkah keterbukaan yang perlu diapresiasi," kata
Hendardi.
Sebagai orang
yang pernah berseberangan, Hendardi mengaku, pada masa lalu Kopassus adalah
alat negara yang punya loyalitas dan kepatuhan tanpa batas. Sayangnya, hal itu
seringkali disalahgunakan.
Meski disadari, tindakan tersebut merupakan tugas yang harus dilakukan tentara menghadapai musuh-musuh negara. "Ini bentuk loyalitas yang dimanipulasi rezim politik. Seyogyanya Kopassus, dalam momentum HUT ke 63 tahun ini, politik tentara itu adalah politik kenegaraan dan kemanusiaan. Inilah yang selama ini mengharumkan nama TNI. Bukan malah memusuhi rakyat," katanya.
Hendardi
berharap, ke depan Kopassus tidak dijadikan sebagai alat bagi rezim politik
yang berkuasa. Sehingga tidak berhadap-hadapan dengan rakyatnya sendiri karena
kepentingan rezim politik.
Koordinator
Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) Haris Azhar juga
mengapresiasi langkah yang diambil Danjen Kopassus Mayjen TNI Doni Monardo.
"Kita apresiasi Pak Doni karena punya sejumlah gagasan baru, itu perlu
didorong supaya lebih terstruktur paradigma barunya. Ketika negara tidak
memikirkan bagaimana TNI supaya lebih maju dan modern, untungnya ada orang
seperti pak Doni," katanya.
Menurut Haris,
langkah Kopassus yang mengundang musuh-musuhnya di masa lalu untuk bertemu
dinilai sebagai upaya untuk membangun benchmark atau tolak ukur supaya hal
seperti itu tidak terjadi lagi.
"Kalau lihat
komitmennya Pak Doni, ini titik baru supaya terbuka, lebih profesional, lebih
solid. Membangun komunikasi dengan pihak yang pernah berseberangan menunjukkan
ada keterbukaan. Hal itu membuat faktor pengawasan lebih baik. Selama ini kita
mengawasi tapi di jarak yang jauh. Mudah-mudahan keterbukaan ini membuat kita
lebih mudah mengawasi dan memahami lebih dekat lagi," katanya.
Dia berharap,
Kopassus meneruskan reformasi TNI. Langkah ini harus ditiru oleh unit-unit yang
lain. "Harapannya Kopassus tidak seperti dulu lagi, terlibat di sejumlah
kekerasan dan pelanggaran HAM. Karena mereka pasukan khusus, bergerak sedikit
efek kehancurannya banyak," ucapnya.(Sindonews)



No comments:
Post a Comment