Setiap memasuki tahun ajaran baru saya selalu menjumpai
adanya kegiatan Masa Orientasi Siswa (MOS) yang masih mengharuskan siswa
barunya mengenakan pernak – pernik aneh sebagai atributnya. Topi berbentuk
kerucut, kerah baju berhiaskan permen, rambut berkuncir dua, tas dari kresek
dan papan nama besar lengkap dengan julukannya tergantung dibadan jadi
kelengkapan wajib untuk dikenakan.
Dalam hati kadang saya berpikir MOS yang seperti ini
tujuannya untuk apa? Dimana sisi mendidiknya? Jika bertujuan untuk membentuk
karakter siswa apa harus dengan kegiatan yang dapat mempermalukan mereka secara
psikis dengan pemakaian atribut yang aneh – aneh?
Masa Orientasi Siswa atau yang biasa disebut sebagai Masa
Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) sejatinya adalah kegiatan yang dilakukan
oleh pihak sekolah bertujuan untuk memperkenalkan kondisi lingkungan sekolah
kepada siswa baru. Didalamnya harus terdapat kegiatan – kegiatan yang bersifat
mendidik seperti pemberian wawasan, kedisiplinan, pembentukan budaya belajar
sampai dengan pengenalan norma dan tata tertib yang berlaku di sekolah.
Namun pada kenyataannya kegiatan masa orientasi masih sering
dijadikan sebagai ajang “penyiksaan” dan balas dendam yang berbentuk
perpeloncoan oleh kakak kelas (Senior) kepada siswa baru (Junior) dengan dalih pembinaan
mental dan pembentukan karakter.
Hal seperti ini yang terkadang luput dari pengawasan
pihak sekolah yang terkadang menyerahkan begitu saja pelaksanaan kegiatan
kepada siswa senior yang ditunjuk (Biasanya yang terlibat dalam OSIS) sebagai panitia
penyelenggara sekaligus pelaksana. Pihak sekolah hanya sebatas mengetahui dan tanpa
melibatkan diri lebih dalam terkait proses perencanaannya.
Padahal berhasil tidaknya kegiatan tersebut bergantung pada
tahap perencanaannya, mulai dari kesiapan sarana prasarana, bentuk kegiatannya,
sistem pengawasan sampai dengan tingkat pengamanan jika terjadi sesuatu yang
tidak di inginkan.
Saya pribadi salut dengan perencanaan kegiatan masa
orientasi siswa yang pernah dilakukan oleh institusi TNI terhadap salah satu sekolahan
swasta di Jakarta. Semuanya tampak terukur dan terencana, level pembawaannyapun
juga disesuaikan dengan tingkatan siswa yang dibawanya. Jadi tidak ada sama
sekali yang namanya kesan militeristik, sebaliknya sisi manusiawi dan mendidik lebih
ditonjolkan.
![]() |
Prajurit TNI saat melatih kedisiplinan di SMAN 1 Arso
Kab. Keerom Papua (Sbr: Puspen TNI)
|
Pernah suatu ketika saat pelaksanaan upacara bendera
dibarisan tengah ada seorang siswi jatuh pingsan. Dengan sigap dan cekatan
personel kesehatan dari pihak TNI segera membawanya masuk ke ruang kesehatan. Saat
kondisinya semakin memburuk, ambulanpun sudah siap dilokasi dan tanpa dikomando
pihak panitia sudah tahu kerumah sakit mana siswi ini akan dibawa untuk
dilakukan penanganan.
Hal ini membuat saya penasaran, ketika saya lakukan
penelusuran melalui pihak panitia ternyata pihak TNI sudah memperhitungkan segala
kemungkinan terburuk dan semuanya tersusun dalam sebuah buku perencanaan
bersampul kuning mulai A sampai Z.
Berbeda dengan apa yang pernah saya ketahui selama ini,
masih ada pihak sekolah menyelenggarakan kegiatan masa orientasi yang terkesan
asal jalan tanpa disertai perencanaan yang baik, sehingga kerap kali didapati
kekerasan berupa fisik maupun psikis yang berpotensi merugikan pihak siswa itu
sendiri bahkan lebih jauh lagi yaitu sampai mengakibatkan kematian.
Penulis : Dheenar
Risanda